Saturday, November 18, 2017

PETUALANGAN KAKAK KU,KAK ALYA 13



PETUALANGAN KAKAK KU,KAK ALYA 13

 Aku mengikuti kak Alya dan teman-temanku ke kamar mandi. Aku sudah benar-benar tak berdaya. Sebelumnya aku melihat mulut kak Alya dijejali penis oleh Dado dan membuat kak Alya menelan semua spermanya, bahkan kak Alya melakukannya dengan suka rela dan tampak menyukainya.

Hal yang lebih gila lagi adalah ketika kak Alya menerima panggilan telpon dari Papa, dia tetap berbicara ketika sedang dikerjai oleh Dado. Bahkan sempat-sempatnya mengucapkan kalimat-kalimat yang tersirat mesum, untung saja Papa tidak tahu. Kini kak Alya sedang menuju ke kamar mandi diikuti teman-temanku. Saat kak Alya sudah masuk ke kamar mandi, teman-temanku berebutan ikut masuk juga ke dalam yang ruangannya pasti tidak begitu luas. Pintupun tertutup. Terbayang betapa sempitnya untuk diisi sebanyak lima orang yang pastinya akan saling berhimpitan dan bergesek-gesekan tubuh mereka di dalam sana.

“Kak Alya, tunggu! Ikut donk kak.. please..” pintaku penuh memelas dengan sedikit malu.

“Adeek.. kak Alya juga pengen sih dek... tapi kamar mandinya sempit banget nih. Lagian ngapain sih teman-teman adek pada ngikutin kakak? Duuuh, jadi sempit banget deh..” jawab kak Alya mengeluh tapi malah dengan nada manja dari dalam sana.

“Ah bisa aja lo kak... bukannya udah kangen nungguin kontol kita-kita dari tadi yah? Kayaknya demen tuuuh... hahaha!” ledek Dado ke kak Alya yang membuat hatiku panas mendengarnya.

“Iiih, siapa juga yang nungguin... udah item, kotor, bau lagi, dasar jorok, engga pernah mandi yah? Sana jauh-jauh, hihihihi...”

“Makanya mandiin kita-kita donk kak, biar kak Alya makin suka mainin kontol kita berempat, iya ngga bro? Hehehe...”

“Awww! Eh, Feri kurang ajar deh pegang-pegang kakak, udahan aaah, geli tau! Yantooo! Apaan sih gesek-gesek, kakak gak mau lho ampe masuk yah? Kakak udah janji ama Aldi loh... awas yah!” kudengar cekikikan mengingatkan mereka.

“Iya loh bro, jangan apa-apain kak Alya, entar Aldi marah... Lagian kak Alya kan biasa pake pakaian sopan sehari-harinya, malu donk lo semuanya!” Yanto terdengar nimbrung sok membela kak Alya.

“Cie cieee... kampret lo ah bro!”

“Hehehe... becanda gue brooo... Dikit aja yah kak...” ucap Yanto yang ternyata cuma menggoda kakakku saja. Apakah ia sedang mau menyelipkan batang kemaluan sialannya itu di vagina kakakku? Ugh, aku benar-benar seperti orang bingung di luar sini, antara tak rela dan ingin melihat kejadian di dalam.

“Udah aaah... jangan, gini aja yaaah... hihihi”

“Kayaknya nih bro, Aldi konak denger kakaknya kita kerjain kayak gini! Pinjem bentar gak papa kan brooo? Hahaha!” Bono malah meledekku yang menurutku lebih seperti sebuah penghinaan.

Mendengar mereka menertawakanku aku hanya bisa menundukkan kepala karena malu. Pintu kamar mandi yang tertutup juga terkunci dari dalam. Aku tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana. Kak Alyaku yang cantik dan putih bersih, mau saja dikelilingi empat remaja jelek dan mesum dalam satu kamar mandi. Tapi malah membuatku benar-benar ingin melihat apa yang mereka lakukan terhadap kak Alya. Sampai-sampai aku setengah mengutuk diriku sendiri karena otongku sudah mengeras berdiri tegak melawan kewarasanku, padahal kakakku sedang dilecehkan teman-temanku sendiri.

Kudengar suara-suara terus menggema di dalam sana. Aku masih bisa mendengar apa yg mereka ucapkan. Mereka malah sengaja terus bicara supaya aku mendengar apa saja pelecehan yang mereka lakukan pada kak Alya.

“Geser dikit bro... nganggur nih, hehehe... asli nakal banget nih cewek, pengen donk punya satu kayak gini buat di kamar, hahaha!”

“Bener lo bro, tapi mending di tempat gue aja... gue khawatir lo rebutan ama bokap sama om lo, kan tampangnya sama kayak elo bro, produk mesum semua, ya ngga bro? Hahaha!”

“Ah lo semua, tinggal digilir aja tiap hari gantian... iya kan?”

“Repot-repot banget sih, tinggal nginep di sini aja tiap hari, beres dah, hahaha!” sambil bersahut-sahutan mereka merendahkan kakak kandungku akibat kenakalannya sendiri. Namun aku sebagai adiknya yang awalnya tak ingin kakakku diperlakukan demikian, malah jadi membayangkan apabila apa yang barusan mereka bicarakan benar-benar terjadi.

“Fuaah! Adeeek... dengar gak tuh dek? Emangnya kak Alya barang kali yah, pengen dipunyain sana-sini... bandel semua deh temen-temen adek...”

“Yeee... masukin lagi donk kaaak... nganggur niiih!”

“Iiih, pada kurang ajar deh tuh deeek... masa kepala kakak ditarik-tarik... aduuh! Mmmmmmmhhh!” kak Alya mendadak seperti terbungkam.

“Cantik-cantik bawel juga yah kakak lo bro, hahaha! Terus bro, genjot yang kuat... dia suka tuh kayaknya, hehehe...” entah apa yang merka lakukan pada kak Alya, tapi itu membuatnya tak bisa bersuara dan berkata-kata.

“Kak Alya! Mau masuk! Buka donk!” aku memanggil kak Alya dengan tidak memperdulikan yang lainnya. Tapi teriakanku sama sekali tak terdengar seperti orang marah. Melainkan tak berdaya. Tak berdaya karena tidak ada satupun yang mengijinkanku masuk untuk ikut melihat kenakalan apa yang sedang kak Alya alami lagi saat ini.

Sambil terus aku menggedor-gedor pintu itu, aku terus meminta supaya diijinkan melihat. Aku tidak lagi merasakan bahwa aku khawatir akan apa yang dialami oleh kak Alya. Tapi aku ingin melihat bagaimana seorang kak Alya menghadapi perlakuakn mereka yang kurang ajar. Dengan tak sedikitpun kak Alya merasa diperlakukan dengan tak senonoh.

Ditengah panggilanku pada kakak dengan merana, kudengar di dalam sana kak Alya masih cekikikan dengan suara air yang sedang digayung dan disiram-siram dari bak mandi sehingga suaraku tenggelam diantara suara-suara mereka dan air di kamar mandi. Aku berharap setelah ini mereka selesai dan keluar dari kamar mandi. Tapi yang kudengar setelah acara siram-siraman itu malah hanya hening.

“...”

“Kak Alya!” panggilku tak ada tanggapan.

“...”

“Kak! Kakak lagi diapain?” terdengar jelas pertanyaanku bukan karena khawatir, melainkan penasaran karena sudah terbawa hasrat birahi ingin tahu adegan apa yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan aku tak sadar sejak kapan aku sudah memelorotkan celanaku.

 “Tenang aja broo! Nih kak Alya lagi kita kasi asupan bergizi.. hehe..” kini terdengar suara Bono.

“Lagian nih kakak lo tercinta mau-mauan aja loh bro.. gue yakin lo udah pernah kan bro disepong kakak lo? Eeeghh... anget bener nih mulut kakak lo, lacur bener! Ampe kontol kita berempat dah bau ludah aja masih mau diisepin lagi!” kekurangajaran Yanto dalam menjelaskan detil kenakalan kakakku kini malah hanya memperparah hasratku untuk membayangkan kakakku yang tengah dilecehkan mereka saja. Kak Alya sudah benar-benar hanya seperti objek pemuas saat ini.

“Fuaaahh! Udahan yaaah... pegel nih rahang kakaak... Adeeek, temen-temen adek bandel banget deh, pada ngocok semua di depan muka kakak... Kakak dipaksa mangap buat nampung susu kental temen-temen kamu loh... tapi kalau bergizi buat kakak boleh kan dek? Hihihi..”

“Aaarghh, kak Alya pereek! Lonte! Perempuan nakaal!” teriakku sambil melepaskan muncrat pejuh yang hanya mengotori pintu kamar mandi dan lantai saja. Dimana sebenarnya aku juga ingin mengotori kakakku sendiri dengan pejuhku seperti biasa. Malah saking pasrahnya, aku malah sedikit memberi kerelaan pada teman-temanku untuk mengerjainya, asalkan aku diijinkan melihat kakakku yang tengah menikmati ketika digagahi, entah oleh siapapun itu, termasuk mereka. Aku benar-benar menyerah pada kesadaranku. Setelah ejakulasiku meledak, semua terasa hening sesaat.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, dan kak Alya keluar dari dalam kembali menggunakan seragam lusuh kepunyaan Dado karena kak Alya tidak membawa handuk tadi. Tapi dengan rambut basah tergerai dan juga seragamnya yang mencetak tubuhnya karena juga basah justru membuat kak Alya semakin tampak seksi. Bahkan saat keluar kak Alya sempat melemparkan senyum sambil bergaya seperti kedinginan di depanku. Dengan spontan aku ingin memeluk kakakku yang menggemaskan itu, sampai akhirnya keempat temanku muncul menyusul kakakku hingga mengurungkan niatku. Walau sudah mandi tetap saja mereka seperti bulukan.

“Waduh broo, jangan lupa aja ya dilap tuh pejuh, bahaya orang kepelset di kamar mandi bro.. hehe” Ujar Feri membuka omongan.

“Iya bro.. ga safety kata orang lapangan, hahaha!” setelah meledekku mereka pergi meninggalkanku sendiri di depan kamar mandi. Sedang mereka semua pergi meninggalkanku begitu saja, seolah-olah tidak ada yang menarik dari hal yang aku lakukan di depan mereka. Bahkan ketidak berdayaanku membuat mereka menjadi semena-mena di rumahku sendiri.

“Eeeh! Nakalin Aldi kakak gak mau mainan lagi sama kalian yaah...”

“Hehehe, becanda kok kaaak, iya kan broo? Tapi kita mah, yang penting kak Alyanya udah sehat minum asupan bergizi dari kita berempat,hahaha!”

“Iya loh kak... apa mau mulut yang lain kita kasi susu bergizi dari kita-kita nih kak? Hehehe...”

“Hush! Ngentot donk namanya... Hihihi, gak boleh loh sama Aldi, iya kan dek? awas loh yah pada coba-coba...”

Mendengar kak Alya mencoba menepati janjinya agak membuatku sedikit lega. Walau aku teringat ketika awal kak Alya mulai terlihat nakal di depanku, yang awalnya hanya eksib akhirnya bobol juga oleh orang-orang yang tak jelas. Entah apa lagi yang akan mereka lakukan pada kakakku...

Hari sudah sore menjelang magrib. Acara nikahan siang sudah terabaikan, bahkan untuk seorang kak Alya kini lebih memilih membersihkan penis-penis kotor dari keempat temanku dari pada hadir ke acara pernikahan anak teman papa. Kakakku benar-benar lonte.

Yang aku ingat adalah, mereka berencana menginap malam hari ini..

***

Setelah kejadian sore tadi, aku yang masih merasa lemas tak berdaya hanya bisa duduk di sofa ruang tengah. Entah sebenarnya aku memikirkan ketakberdayaanku terhadap teman-teman yang melecehkan kakakku. Atau karena aku juga menginginkan apa yang teman-temanku rasakan ketika melecehkan kak Alya. Terlebih lagi, kak Alya justru menikmati dirinya dilecehkan sehabis-habisnya oleh mereka.

Kakakku yang dilecehkan teman sendiri adalah hal baru bagiku, terutama bagi fantasiku. Tapi apapun yang dialami oleh kak Alya, semua akan menjadi list dalam fantasiku. Apakah aku mulai menikmati ketidak berdayaan ini selagi kakakku dihina, dilecehkan, bahkan direndahkan serendah-rendahnya oleh mereka. Bukan-bukan. Mungkin oleh siapa saja. Yang terutama seperti fantasi yang pernah kutunjukkan pada kak Alya melalui foto editan gambar kak Alya yang menunjukkan kak Alya sedang disetubuhi oleh orang-orang berkulit hitam dengan kontol yang besar dan panjang-panjang.

Akankah kak Alya mengijinkanku untuk menikmatinya bersama mereka juga?

Malam sudah tiba. Satu lagi acara pernikahan terlewati oleh kami. Kak Alya dari tadi dijadikan mainan oleh teman-temanku. Mainan mesum lebih tepatnya. Bahkan kak Alya masih disuruh mengenakan seragam dan celana dalam yang kini baunya sudah tak jelas lagi itu.

Mereka meminta kak Alya melakukan hal yang aneh-aneh. Seperti menyuruh kak Alya menelepon teman cowok kuliahnya yang ganteng sambil mengulum penis. Berganti temanku yang mengentoti mulutnya, ganti pula siapa yang ditelpon. Termasuk teman-teman kuliahnya. Hanya saja mereka tidak menelepon pacar kak Alya. Entah kenapa aku tak tahu.

Dan saat mereka sudah tampak puas, mereka lalu bilang, “ayoo.. sini kak.. saatnya makan dulu..”

Dan kak Alya pun menjawab dengan bercanda balik, “Huuuu.. gelo deh manggil kakak kayak peliharaan aja. Adeeek.. kakak mau dikasih mamam lagi tuh... ummmm, kamu mau liat gak? Hihihi...”

Tiba-tiba terdengar suara penjual sate ayam akan melewati rumah kami.

“Yoi! Pas laper, pas benerr ada yang jualan.. Eh, cun! Gue bagi duit lo yak, hehe..” si Dado dengan kurang ajar main ambil duit di dompet kak Alya yang tergeletak di depan TV begitu saja.

Untuk sikap dia yang kebablasan ini, aku tak tahan melihatnya dan mendampratnya, “Eh, Do! Duit siapa itu? Lo kurang ajar banget sih maen ambil aja?” hardikku agak setengah matang sepertinya.

“Ya udah deh.. gue balikin.. jangan sewot donk, broo.. hehe..” Dado dengan mesem membawa kembali uang itu, tapi langsung menuju kamar kakakku. Aku tak tahu ada apa, tapi cukup lama ia berada di sana. Saat aku penasaran dan menyusulnya, kak Alya muncul disusul keempat temanku.

 “Adeek.. kasian tuh temen-temen adek belum pada makan.. dipanggil yah tuh abang..” seraya menyodorkan lembaran uang padaku.

“Ngga ah, enak aja.. udah seenak-enaknya mereka di sini, Aldi juga yang beliin makanan.. Mereka aja lah kak yang beli..” aku setengah dongkol dan kak Alya malah menyuruhku membelikan mereka makanan.

“Adeek.. kamu tau kan kak Alya baru aja dikasih makan sama temen-temen adek.. Kak Alya sampe kenyang lho, hihi.. Masa kita ga suguhin mereka makanan juga sih dek?” Kak Alya menjelaskan seolah itu hal yang lumrah. Memang sih ini namanya timbal balik. Tapi sate ayam plus lontong balasan dari pejuh? Mana dari mereka-mereka pula...

“Kenapa gak kak Alya aja?” kekesalanku kutuangkan sekalian dalam bentuk tantangan untuk kak Alya. Toh kak Alya sudah seharian bertingkah nakal dan liar.

“Jadii.. kakak nih yang keluar nemuin abang sate itu?” tanya kak Alya dengan nada seolah malah balik menantangku.

“.. Kak Alya berani keluar cuma pakai itu aja?” tanyaku balik lagi, dan jantungku berdebar kencang, entah kak Alya mau melakukannya atau tidak.

“Adek liat kan kakak cuma pakai ini aja? Adek sengaja nggak mau karena pengen liat kakak beli sate pake ginian di depan abang itu kan? Hayoo..” kak Alya menyerangku. Entah kenapa, aku jadi ingin melihat kak Alya melakukannya.

“.. Iya kak, pengen..” jawabku polos.

“Adek liat yah,apa sih yang engga buat kamu dek.. sebenarnya ada lagi siih yang sedang kakak pakai.. hihihi..” lalu kak Alya sambil mencubit hidungku ia berucap, “liat kakak yah..”

Apa lagi yang kak Alya pakai selain seragam lusuh dan celana dalam itu? Tak lama kak Alya keluar menuju teras dan memanggil tukang sate yang umurnya kira-kira setengah tua. Hanya dengan mengenakan pakaian itu, membuat paha putih kak Alya terpampang kemana-mana. Untung saja kak Alya membeli sate ayam itu dari balik pagar yang tingginya sedada kak Alya. Tapi kalau si abang benar-benar mendekat sampai ujung atas pagar, pasti si abang bisa melihat jelas paha putih kak Alya yang sangat mulus. Paha perempuan cantik yang sedianya kemana-mana selalu berpakaian tertutup dan berkerudung.


Sedang aku berdiri mematung di balik jendela ruang tamu, melihat kak Alya sedang beraksi. Di samping menunggu bakar-bakaran si abang selesai dibuat, aku lihat sesekali kak Alya menunduk sambil menutup mulutnya, lalu kembali melirik kearahku sambil tersenyum nakal.

Bahkan kali ini kak Alya mencoba membuka kancingnya satu persatu sambil berbicara dengan abang si penjual yang sedang sibuk memasak dan posisi gerobaknya tidak begitu jauh.

Kak Alya menghadap kearahku. Seluruh kancing seragam kak Alya sudah terbuka semua. Lalu dengan gaya nakal kak Alya perlahan-lahan membuka lebar kemejanya sehingga nampak buah dada kak Alya yang putih itu. Dua buah payudara yang ranum dan menggemaskan dengan puting mengacung tegak menunjukku. Kak Alya benar-benar nekat. Bagaimana kalau si abang itu melihat kak Alya berpose seperti itu?

Saat mendadak si abang itu mendekat entah untuk apa, kak Alya langsung cepat-cepat merapatkan tubuhnya ke pagar hingga dadanya tergencet pagar supaya si abang tak melihat dari tepi pagar. Untung saja pagarnya dilapisi fiber gelap.

“Satenya tadi berapa bungkus mba?”

“Lima bungkus deh pak, lagi rame nih kebetulan, hihihi.. ouughh..” kak Alya menjawab tapi terpotong. Kak Alya kulihat menundukkan wajahnya sambil memegang tepian pagar dengan kedua tangannya.

“Iya deh.. anu mba, mba ga papa?” tanya si abang khawatir.

Kak Alya hanya menggeleng sambil tersenyum saja. Ada yang aneh dengan kak Alya. Apa kak Alya masuk angin karena hanya berpakaian seperti itu seharian. Biasanya juga malah tidak berpakaian apa-apa.

“Woi bro! Hehe.. Serius amat liatnya. Liat apaan sih?” Dado datang mengagetkanku sambil ikut melihat keluar melalui jendela. Aku tidak menjawab pertanyaan si brengsek ini karena kesal.

“Kak Alya emang baik bener ya bro? Hehe.. Udah baik, cantik, putih bening lagi kulitnya.. ya ngga bro? Pasti semua cowok pada ngejar-ngejar kakak lo kan bro?” Dado mulai bertanya seolah ada maksud yang aku tak peduli.

“Gue yakin pasti semua pengen banget ngentotin kakak lo.. termasuk lo juga kan bro? Hehe, yakin gue..” Dado menebak dan memang tepat sasaran. Aku tak bisa bersembunyi lagi, karena buktinya saat kak Alya dientot mukanya, aku malah coli dan ejakulasi di depan kak Alya. Bahkan aku melakukan dua kali, di depan teman-temanku. Kak Alya…

“Bro.. lo suka kan gue panggil kakak lo lonte tadi? Hehe.. jangan salahin gue ya.. tapi emang kakak lo yang suka diapa-apain kayak gitu. Gue aja ngga nyangka kakak lo kayak gitu.. sorry nih ya bro, lonte banget..”

Aku seharusnya marah. Tapi aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku menyerah pada keinginan untuk melihat kakakku tercinta yang cantik ini diperlakukan tak senonoh oleh orang-orang yang kontras darinya. Tapi aku tak menyangka saja kalau ternyata akhirnya teman-temanku yang juga ikut melecehkan kak Alya.

“Bro.. nih bro, pegang deh..” Dado menyerahkan HPku yang diambil dari kamar kak Alya. Apa maksudnya?

“Telpon deh kakak lo.. hehe..” Dado meyuruhku menelpon kakakku?

“Buat apaan sih Do?” tanyaku merasa aneh.

“Lo coba aja.. tar lo ketagihan deh.. hehehe.. buruan lo, kelamaan nih.. pantes aja kakak lo keburu dipake ama orang-orang..” Dado mulai berkata kurang ajar padaku. Tapi karena penasaran, akupun mulai menghubungi kakakku. Nada tunggu lama tak diangkat dan terputus. Begitu juga untuk panggilan kedua. Sampai akhirnya aku sedikit demi sedikit mulai menyadari sesuatu.

Awalnya setiap kali kuhubungi kak Alya merespon dengan gaya tertunduk. Kukira dia akan mengangkat telpon yang mungkin saja dia pegang atau ditaruh disaku seragam terkutuk itu. Tapi tak ada satupun yang kak Alya terima. Kutelpon terus, dan kak Alya masih merespon dengan gerakan yang sama, terkadang menutup mulutnya. Tapi semakin kesini pegangannya pada pagar semakin erat.

Kak Alya terlihat kakinya seperti gemetaran, dan dilihat cepatnya naik turun gerakan dadanya, kak Alya terlihat bernapas seperti terengah-engah.

“Pada pake lontong semua kan mba?”

“Iya pak.. eeghh.. lontongin yah semua pak..” jawab kak Alya terlihat wajahnya memerah.

“Kalo pake lontong biar tambah kenyang sih mba..” Si abang menimpali dengan lugu.

“.. Eemmhh.. Bener Pak.. makin banyak lontongnya.. makin baguss.. Eeghh.. makin enak Paakkh..” pegangan kak Alya semakin kuat pada pagar.

“.. Eh.. iya mba.. Anu.. Iya.. makin panjang juga lontongnya makin enak ya mba?” si penjual mulai salah tingkah sambil coba-coba mulai nakal pada kakak..

“.. Uugh Pak.. makin panjang makin penuh di dalem perut Alya Pak.. Alya suka Pak, Uuhh..” Alya mulai meracau tak terkendali. Aku sepertinya tahu kenapa kak Alya jadi meracau begini. Aku hanya menoleh pelan ke arah Dado. Dado membisikkan ke telingaku bahwa ia memasukkan sesuatu kak Alya ke vaginanya, dan celana dalam Dado yang dikenakan kakakku menahan sesuatu yang dimasukkan Dado kedalam kak Alya supaya tidak jatuh.

Kini jelas, setiap aku hubungi, sesuatu di dalam kakak ikut bergetar. Dan tiap getarannya membuat kak Alya menggelinjang hebat. Kini aku seperti memiliki mainan baru dari Dado. Antara yakin tak yakin memperlakukan kakakku seperti ini. Tapi aku sungguh menikmatinya.

Kak Alya menggigit bibirnya dan dengan pelan menekan tubuhnya rapat ke pagar, seperti sedang menahan sesuatu. Semua itu kak Alya lakukan di depan si abang sate ayam yang hanya dibatasi oleh pagar. Dan yang terlihat dari kak Alya hanyalah wajahnya yang cantik bersemu merah karena horni berat, serta leher jenjang putihnya dan atas dadanya yang terlihat mengkal mengeras.

Aku sambil terus menghubungi kak Alya, mulai kugosok-gosok celanaku yang terasa sempit dari tadi.

“.. Ouugh... Pak.. lontongnya yang banyak yah... juga panjang-panjang...” kak Alya mulai terlihat bergetar hebat sambil melihat si abang itu terus. Tiba-tiba kak Alya dengan satu tangan masih memegang erat pagar, mendorong tubuhnya menjauh dari pagar dan menutup mulutnya erat-erat dengan tangan satunya. Kak Alya terdengar menjerit tertahan. Kak Alya orgasme! Dan aku pun menyusul muncrat sambil memegang tongkolku yang menegang keras di dalam celanaku. Ya, aku bahkan tak sempat mengeluarkan tongkolku. Aku benar-benar payah. Kini celana ku basah karena pejuhku sendiri. Memalukan.

 “Mba.. mba.. ini satenya lima bungkus, hehehe... a-anu mba, saya juga mau loh yang enak-enak, hehehe...” si abang mendekat kak Alya.

Kak Alya mengumpulkan sisa tenaga dan menghadap si abang lagi, “ini Pak, uang lima puluh ribu.. ambil aja kembaliannya.. enak kan Pak? Hihi.. makasih ya Pak..” seraya Alya bergaya imut dengan memiringkan kepala lalu meninggalkan si penjual yang merasa dongkol itu. Uugh kak Alya. Berani amat, ga takut diperkosa apa? Nakal bener kak Alya.

Setelah masuk kak Alya disambut oleh teman-temanku dengan sorakan.

“Waaa! Gila nih lonte, asli bikin gue panas dingin loh.. Aldi aja ikutan panas dingin ampe ngompol, hahaha!” Dado menghina kak Alya dan meledekku.

“Hihi.. tapi udahan kan? Kakak boleh gak keluarin sekarang? Ngeganjel banget tau?”

“Yoii! Keluarin aja.. biar si Aldi liat, hehe..” Bono yang sudah datang karena sate ayamnya tiba ikut nimbrung sambil mengurut-urut tongkinya yang hitam. Aku jadi ingat kemarin, soal bon bon hitam.

“Adeek.. liat yah, hihi.. ada yang mau keluar nih.. uugh..” wajah kak Alya seperti menahan sesuatu.

Kak Alya memelorotkan celana dalamnya pelan-pelan. Dari mulut vaginanya terlihat tali gantungan dengan ujung bandul kepala hello kitty menjuntai keluar dari dalam ditarik perlahan oleh kakak, hingga akhirnya keluar meluncur bebas jatuh ke lantai keluar dari persembunyiannya. Benar seperti dugaanku, vagina kakak dimasuki HP oleh mereka, HP kak Alya benar-benar terlumuri cairan-cairan pelumas kak Alya yang kental. Bahkan masih ada yang menetes dari vaginanya.

“Adeek.. liat deh tuh kerjaan temen kamu, basah deh HP kakak, huuuh.. kak Alya kayak abis melahirkan aja... kamu bisa bayangin ga sih dek, kalo yang keluar dari sini tuh bayi beneran? Hihi..” kak Alya mulai lagi dengan nakal memancingku seperti seorang pelacur asal ngomong.

“..Uugh.. bayi kak Alya?” aku merasa tegang kembali.

“Iya dek.. kak Alya kayak dihamilin.. terus keluar baby.. kebayang ngga sih? Hihihi” kak Alya malah bertingkah geli sendiri di hadapan teman-temanku.

“Ga usah pura-pura, beneran juga gue kasi buat nih cewek.. hehe, gue hamilin yah..”

Dado memotong. Sementara yang lain mulai beranjak mendekati kak Alya. Ada yang mulai grepe-grepe. Dan ada yang meremas susu kak Alya. aku masih terperanjat melihat semuanya berjalan begit ucepat.

“Bro.. nih lonte kayaknya suka kalo hamil bro. Gimana kalo gue hamilin bro? Boleh kan?” Bono menimpali.

“Iiih, sembarangan deeh panggil kak Alyanya yaaah...”

“Ah, bukannya kak Alya demen yah? Tadi di kamar mandi gua bisikin perek, pecun, pelacur, lonte, malah melongo ampe mukanya merah gitu, hahaha!”

“Duuuh, apaan siiih! Bohong kok dek, hihihi... masa sih kakak suka dipanggil kotor kayak gitu?”

“Gue juga yakin lo suka kan dientotin kak? Udah berapa cowo yang ngentotin lo kak? Siapa aja sih?”

“Palingan nih cewek udah hamil kali, gak tau siapa aja deh yang udah ngobok-ngobok memeknya hehehehe... bener ngga kak?” mereka saling melemparkan celetukan yang membuat kak Alya makin tak berdaya melawan janjinya sendiri pada adiknya. Kulihat nafas kak Alya malah makin berat, dan bodohnya begitupun juga denganku.

“Inget loh... kakak gak mau sampai kebablasan... udahan yah? Diliatin Aldi tuh... hihi..” kak Alya berusaha menahan mereka, dan akupun seperti menanti sampai sekuat mana kak Alya berpegang pada janjinya itu. Hanya saja kini aku sendiri pun seperti mempertanyakan keteguhanku pada janji yang kupinta sendiri pada kakakku. Karena apabila kakakku akhirnya memang digagahi mereka, akan terjadi di depan mataku sendiri. kak Alya, dengan teman-teman jelek sepermainanku di sekolah.

“Bawel lo cun... bilang aja lo pengen, hehehe... muka lo ampe merah begitu?”

“A-adeeek...”

“I-iya kaaak...”

“Dek.. kak Alya mau dihamilin temen-temen adek nih.. boleh ngga sih dek?” kak Alya bertanya padaku dengan wajah agak ragu-ragu sambil terus digrepe-grepe mereka.

“Uugh, kak Alya.. dihamilin mereka?” tanyaku seperti agak tak terima.

“Iya bro.. itu artinya kita semua bakal ngentotin nih lonte.. kakak lo.. Heh! Lo pengen kan kita entotin? Minta ijin dulu donk ama adek lo tuh?” tanya Dado dengan kasar ke kak Alya.

“Adeek.. temen-temen pengen ngentotin kak Alya nih.. boleh ngga dek?”

“Kak Alya.. pelacur..” hina ku pada kakakku sendiri yang seperti melempar keteguhan janji balik kepadaku.

“Kak Alya nanti dientotin di semua lobang kakak, mulut, memek, sama pantat kalo temen-temen adek mau.. boleh ngga dek?” kak Alya seperti lonte meminta padaku dengan merendahkan dirinya.

“Kak Alya.. lonte..” aku semakin menegang lagi melihat kenakalan kakakku ini.

“Adeek.. boleh yaah..” kak Alya mengiba padaku. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa kakakku yang cantik ini digenjot bersamaan oleh mereka.

Maka ketika aku mengeluarkan kontolku, seperti persetujuan bagi mereka. Teman-temanku mulai menggarap kak Alya.

Aku seperti menyerah pada ketakberdayaan ini hanya bisa berdiri dan terus mengocok batang kemaluanku. Pandanganku hanya tertuju pada kak Alya yang sedang digagahi oleh teman-temanku di ruang tamu. Aku seperti tak ingin pertunjukan kak Alya digarap oleh teman-temanku berhenti begitu saja. Apalagi melihat kakak didorong punggungnya oleh Dado supaya membungkuk sambil masih berdiri membelakanginya.

“Nungging yah kak, hehehe... ouugh brooo, gue kontolin nih kakak lo yang cantik, eeegh..”

“Uuugh deeek... kontol Dado deek... masuk semuaaah.. emmmhh.”

“Gila sempit banget nih meki... Akhirnya gua entotin juga lo kak! Uuuhhh...”

“Eegh.. eeeghh... adeeek, kakak dientot Dado nih deeek... temen kamu nakaaal...”

Sambil bicara nakal dan menggoda kak Alya dientot oleh Dado dari belakang. Tubuh Kak Alya bertumpu pada tepi sofa. Terlihat yang lain sambil mengurut-urut tongkinya sesekali menjejalkannya pada mulut kak Alya. Bahkan secara bergantian. Dan semuanya memperlakukan mulut kak Alya dengan kasar. Berkali-kali kak Alya tersedak, tapi sekalipun kak Alya muntah, tetap saja kak Alya hanya cekikikan saja.

Tidak ingin ketinggalan menggarap kakakku, mereka mengubah posisi lagi. Posisi lain memperlihatkan kak Alya duduk di atas Bono yang sedang tidur terlentang dan memasukkan penis hitamnya kedalam liang peranakan kakak, sedang Bono sambil memegang pinggul kakak menggoyangnya maju mundur dengan tidak sabar.

“Goyang dong lonte! Lo lonte kan? Ayo terus goyang! Entar gue kasi anak lo.. gue bikin hamil.. Eeghh..” tariknya dengan kasar.

“Iyah sayang.. iyah.. uugh.. lonte goyang terus kok.. lonte goyang nih.. Ough..” kak Alya jejeritan ga karuan. Tapi sesekali melirikku, seolah tidak ingin aku ketinggalan sajian dari kakakku yang nakal ini.

“Ayo lonte! Makan dulu.. lo abis muntah kan? Ayo makan lagii.. hehe” Feri langsung menjejelkan mulut kak Alya.

“Gila nih lonte.. mau aja diapa-apain yah bro.. Cuih!” Yanto meludah lobang pantat kak Alya berkali-kali sampai akhirnya dia menempelkan kepala kontolnya di lobang anus kakakku.

“OOUGH! Adeek.. UUGHH! Anus kakak.. eeggh! Anus kak Alya deek.. pelan To, sakit.. uugh!” kak Alya seperti berusaha menahan sakit saat anusnya dijejali kontol Yanto.

Kini kak Alya resmi sudah menjadi objek fantasiku di mana sajian tidak lagi melalui cerita atau suara saja, melainkan di depan mataku, walau harus dimulai dari teman-temanku. Semua lobang kakak dipenuhi oleh mereka. Mulut manis dan imut kak Alya digenjot oleh Feri hingga air air ludah kak Alya meleleh sampai ke dagu. Memek dan Pantat kak Alya dientot dengan kasar bersamaan dengan irama bergantian keluar masuknya kontol Bono dan Yanto.

 “Bentar bro.. bentar.. cabut dulu..” seru Dado meminta Feri mengehentikan kegiatan menggenjot mulut kakakku.

“Bro liat kakak lo yang alim bro.. hehe.. cuih! Cuih!” Dado meludah kedalam mulut kakakku yang sedang terbuka berkali-kali. Dan Feri juga ikut meludah tepat di lidah kak Alya yang sedikit terjulur keluar, dengan wajah memerah terlihat kakak sangat menikmati direndahkan orang jelek seperti mereka yang seharusnya menghormatinya. Dan gilanya sambil terus menggoyang pinggulnya, ludah yang teman-temanku ditelan begitu saja oleh kakak. Kakakku benar-benar suka dihina lebih rendah dari seorang pelacur.

“Dasar lonte lo.. gue tinggal pasti dia yang minta dientot.. ya ngga? Jawab donk kak!” hardik Feri ikut terbawa suasana.

“Aaakhh... Iyah... kak Alya minta dientot.. dientot terus... Uuugh.. Adeek..kak Alya boleh ngga jadi lonte? Eeggh.. boleh yaah...” pinta kak Alya ditengah-tengah genjotanya dua kontol di lobang anus dan memeknya.

“Kalo gua ga mau ngentotin lo lagi gimana donk kak lonte? Hehe..”

“Kak Lonte cari orang.. eeghh.. yang mau entotin terus.. uugh.. adeek.. sama anjing kak Alya juga mau, hihi.. eeennghhh..” kak Alya seperti tak bisa kupercaya. Apakah hanya karena terbawa horni hingga tak sadar mengucapkan itu?

“Gila nih kakak lo bro.. lebih parah dari yang gue kira.. hehe..” Dado menghina kakakku.

Kak Alya terlihat mulai kepayahan menghadapi mereka. Mata kak Alya mulai sering menatap kosong ke langit-langit, seperti menahan deraan badai kenikmatan atas perlakuan tak senonoh ini. Melihat genjotan teman-temanku semakin kencang, kak Alya pun seperti kesetanan menggelinjang. Tubuh ramping dan putih kak Alya yang begitu kontras dengan warna kulit teman-temanku tergocang maju mundur dipompa mereka pada ketiga lobang kak Alya, vagina, anus dan mulutnya secara bersamaan. Aku pun mempercepat kocokanku sambil bangkit mendekati kak Alya. Tertatih-tatih aku dan kak Alya melupakan janji sakral kami berdua.

Feri yang sudah tak kuat menggenjot mulut kakakku langsung menumpahkan pejuhnya kedalam rongga mulut kak Alya hingga kak Alya kepayahan menelannya.

Yanto yang sedianya menggenjot anus kak Alya langsung mencabutnya dengan paksa dan berganti posisi dengan Feri yang kini sudah terduduk lemas dengan nafas terengah-engah. Bahkan belum selesai kak Alya mengambil nafas panjang lagi, kini giliran Yanto menjejalkan mulut mungil kakakku. Sambil melirik kearahku, kak Alya memperlihatkan kehinaannya padaku, bahwa ia kakak yang cantik dan sopan, bisa menjadi hina sehina-hinanya dengan mulut penuh pejuh orang-orang yang jelek.

“Nih Lonte.. makan dulu yah.. hehe.. biar sehat, dan bergizi, hahaha..”

“Adeeek, kakak disuruh mamam lagi niiih... liat deh, kontol Yanto dipukul-pukul ke muka kakak nih, mana anget loh kontolnya, hihihi... Aaaa..” kak Alya dengan tatapan nakal dan terangsang tingkat tinggi malah mangap dan menunggu kontol Yanto yang bau itu dijejalkan kedalam mulut kak Alya.

“Aargh gue semprot yah.. telen yang banyak yah njing.. biar sehat, hehe.. Aargh!” sambil menodai mulut kakakku dengan semprotan pejunya, Yanto mengatai kak Alya seenaknya hanya karena kak Alya asal bicara mau dientot anjing sebelumnya.

Setelah dicabutnya kontol Yanto, kak Alya masih menganga akibat paksaan jejalan kontol Yanto barusan. Dengan sedikit memamerkan paju-peju temanku di dalam rongga mulut kakak yang sampi menetes ke dagu, kak Alya terus menatap sayu padaku di tengah goncangan tubuhnya akibat sodokan-sodokan Bono dan Dado yang masih mengapit tubuh ramping kakakku.

Setelah dua temanku K.O. kini tinggal Dado dan Bono yang saling memburu didalam liang vagina dan anus kak Alya.

“Gue bikin hamil lo.. gue entot nih memek lonte ampe hamil.. Uuugh!” Setelah mengejang pertanda muncratnya peju Bono dalam liang peranakan kakak, Bono tumbang. Tapi Dado masih menggenjot pantat kak Alya diatas tubuh Bono yang lunglai.

“Terus sayang.. terus entotin kakak.. kakak suka dientot Dado.. kakak mau dientot terus.. uuugh.. adek.. kakak boleh yah dientot Dado.. tiap hari..” kak Alya mulai meracau tak karuan, dan membuatku hampir klimaks..

“Adeeek.. boleh ya kakak minta dientot terus.. dihamilin... dipejuhin badan sama muka dan mulut kak Alya..”

“AARGH! KAKAK PELACUUUR! KAK ALYA LONTEE!” aku muncrat sejadi-jadinya kesegala arah sambil kupegang erat kontol menyedihkanku.

“...Eeeeggghhh! ADEEEK!” kak Alya mencapai orgasme memanggil namaku dengan kencang.

Sambil duduk aku melihat teman-temanku kelelahan karena ngecrot seharian dilayani kakakku. Begitu juga denganku yang lemas menghadapi siksaan dari tingkah nakal kakak kandungku ini. Ingin rasanya aku juga ikut ambil bagian mencicipi tubuh kak Alya, tapi aku pastinya akan selalu mendapat jawaban yang sama.

Malam ini mereka melanjutkan ronde kedua di dalam kamar kak Alya. Aku yang sudah muak memutuskan untuk tidur saja di kamarku sendiri. Sempat terlihat di mata kak Alya sebuah tatapan kaget tak menyangka ketika melihatku yang justru memutuskan untuk tidak mengikutinya ke kamar. Aku hanya mendengar suara-suara berisik mereka sibuk meledek dan merendahkan kakakku sambil terus melakukan entah apapun itu. Yang kudengar awalnya hanya cekikikan saja, lalu diakhiri dengan jeritan panjang kak Alya. Dan itu terjadi berkali kali sampai tengah malam di mana akhirnya sunyi senyap menandakan mereka sudah tertidur.

Namun tak kusangka, ketika tengah malam pintu kamarku terbuka. Seseorang masuk dan mendekat ke tepian ranjangku.

"Adeeek... kakak boleh gak bobo di sini?"

"Kenapa kak? Kok gak bobo di sana aja?" jawabku ketus berusaha menarik perhatiannya.

"Cuma pengen aja, boleh kan?" tanyanya lagi. Akupun seperti tak mampu menolak, akhirnya ku menerima kak Alya tidur di kamarku. Kak Alya lalu memelukku dari belakang menyadari aku tidak menghadap dirinya.

Setelah beberapa minggu banyak hal terjadi di antara kami berdua, kini semuanya seolah terlupakan dalam sekejap saja dengan pelukan hangatnya. Seolah dalam pelukannya menceritakan banyak hal padaku. Tentang bagaimana sebenarnya dirinya, kenapa aku hanya kebagian coli atas fantasiku tentang kakakku, dan mengapa aku harus memiliki pacar sendiri ketimbang harus menggagahinya yang merupakan kakak kandungku sendiri. Tapi sebagian dari diriku tetap menginginkan kakakku sebagaimana orang-orang lain juga bisa mencicipinya

 "Aku sayang kakak..." Walau aku masih kesal karena dia mau-maunya digagahi teman-teman jelekku, namun aku masih menyayanginya.

"Kak Alya juga sayang kamu dek...makanya cari pacar yah"

"Uuugh... kak Alyaaaa, hehehe..." Dan walaupun aku masih kesal, tetap saja aku tak tahan melihat penampilannya yang masih mengenakan seragam lusuh dengan bawahan sudah tak mengenakan apa-apa lagi itu. Kehadirannya saat ini seolah mengobati rasa kesalku seharian, yang mana saat ini hanya ada aku dan kak Alya di dalam kamarku...



“Kak.. ngentot dong…”

“Jangan… gak boleh!”

“Yah… kak, please dong…”

“Kamu ini… udah kakak bilang gak boleh!”

“….”

"Deek..."

"...."

Adeeek..."

"...."

“Ya udah boleh, tapi cuma kali ini aja ya…”

“Beneran kak?”

“Iya… sekali ini aja, gak ada lagi” ujarnya dengan senyum manis.

“Ng… iya deh kak, gak apa…”

Ugh… senangnya hatiku akhirnya kak Alya membolehkan aku bersetubuh dengannya. Dengan semangat akupun menindih tubuhnya, menggerayanginya, serta menciumi wajahnya berkali-kali. Aku lampiaskan nafsuku yang selama ini tertahan ke padanya. Jika benar yang dia katakan kalau aku hanya boleh sekali ini saja, maka aku harus menggunakannya sebaik mungkin dan sepuas-puasnya.

“Hihihi, Adek… pelan-pelan aja, nikmatin”

“Ngh… iya kak…”

“Puas-puasin yah adekku…”

“Iya kak… makasih.. Aku sayang kakak”

Ketika penisku yang mengeras benar-benar amblas di dalam liang peranakan kak Alya, perasaan dan pikiranku melayang tinggi tak berujung. Aku dan kakak kandungku akhirnya bersetubuh!

Ya... Aku bersenggama dengan kakakku malam ini... berulang-ulang. Bahkan ketika aku sudah ngecrot dan terasa lelah, seolah tak ingin waktu dan kebersamaan dengan kakakku ini berlalu begitu saja, cukup dengan melihat kak Alya yang putih mulus dan bening setengah bugil sambil tersenyum padaku akhirnya aku bangkit lagi lalu kembali menggagahi kakakku sendiri, lagi... lagi... dan lagi...

"Eeghh... kak Alyaaaa... kakaaaaakkuuu..."

"Hihihi... emmmmhh...adeekkuuuu..."

Setelah sekian lama... aku dan kakakku akhirnya bersetubuh...

Aku, adik kandungnya... dan kakakku yang cantik dan seksi, kak Alya...

***

***

“Iya kak, sore nanti aku sampai kok”
“Ohh… sore ya? Masih cukup waktu deh kalau gitu”
“Cukup waktu ngapain kak?”
“Eh, nggak kok… Udah dulu yah dek. Alamat rumah kakak jelas kan? Kakak tunggu ya di rumah”
“Iya kak, terus…” belum selesai aku ngomong ternyata telepon sudah dimatikan. Dasar, kebiasaan kakak yang ngga pernah hilang.

Tiga tahun berlalu. Masih teringat jelas bagaimana waktu itu kak Alya membolehkan aku menyetubuhinya. Apa yang aku rasakan malam itu sungguh luar biasa. Malam terindah yang pernaha kurasakan selama ini. Walau ternyata memang hanya sekali di malam itu saja, dia benar-benar tidak mengizinkan aku melakukannya lagi bersamanya.

Aku kini sudah kuliah dan tidak tinggal bersama dengan kak Alya lagi. Kakakku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya, mas Hendi. Tapi hari ini, aku berencana untuk mengunjungi kakak di rumahnya dan menginap di sana selama liburan semester. Siapa tahu kakak masih mau melepas rindu seperti dulu lagi. Atau mungkin Alya sudah berubah semenjak menikah dengan mas Hendi?

Setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya aku sampai juga di rumah kak Alya. Namun ternyata aku sampai lebih cepat. Aku sampai saat masih siang, bukan sore seperti yang aku perkirakan. Tapi biarlah, malah bagus kan berduaan dengan kak Alya sebelum mas Hendi pulang kerja?

“Tok tok tok” Ku ketok pintu depan rumahnya. Aku tak sabar berjumpa kak Alya lagi. Namun setelah berkali-kali ku ketok tidak ada yang menyahut. Apa tidak ada orang di rumah?? Namun saat ku coba meraih gagang pintu, ternyata tidak terkunci.

Ku coba saja masuk ke dalam sambil berteriak memanggil kak Alya, tapi tetap tidak ada yang menyahut. Bahkan di dalam kamar tidur kakak dan mas Hendi pun tak kudapati ia di sana.

Hingga akhirnya aku mendengar suara aneh dari ruang belakang yang tepatnya di gudang. Ketika menengok ke dalam salah satu kamar, aku terperanjat! Seorang wanita cantik terbaring di atas spring bed bekas sedang ditindih seorang pria! Namun pria yang terlihat tua, berkeringat, dan sedang asyik menindihnya itu bukan suaminya!

“K-kak Alya!”

“Eh, A-adek? Kamu udah sampe??”


Tamat



No comments:

Post a Comment

Mencoba Sex Dengan Singa

Namaku Sisilia, panggilanku Lia namun banyak juga yang menyapaku Sisilia. Kuingin cerita seks soal pengalaman seks dewasaku yang belom t...