Pada Part 9 ini, saya ingin menceritakan kisah yang kami alami setelah kejadian Part 8 sekitar bulan Oktober-December 2006. Walaupun kisah di part 9 ini tidak sepenuhnya benar tetapi sekiranya 40-50% dari cerita Part 9 dari segi cara, sebagian tehnik bercinta, tokoh-tokoh pria, maupun lokasi kejadian, serta sebagian kata-kata liar adalah benar sesuai dengan kejadian nyata dan dapat di sangsikan kebenarannya. Tetapi, tehknik pelecehan, kata-kata kotor yang berlebihan, kata-kata melecehkan suami (saya sendiri), serta ke-kotoran semua hal yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pria kepada istri saya, Yola, adalah karangan dari Saya dan Raka untuk kepuasan para pembaca.
Setelah saya mengalami hal yang sungguh melecehkan nama baik kami pada Part 8 sebelumnya. Yaitu, pemerkosaan terhadap Yola, istri saya, yang dilakukan di rumah warisan dari leluhur saya. Saya merasa malu dan tidak pantas lagi tinggal di desa ini. Terlebih lagi kalau sampai ada tetangga yang mengetahui kejadian itu. Maka sayapun berinisiatif untuk mencari tempat tinggal baru untuk kami. Entah saya pernah bercerita sebelumnya atau tidak kepada para pembaca setia kisah Yola. Bahwa saya pindah ke desa ini setelah menikah dengan istri saya dengan harapan dapat membantu untuk mengolah tanah pemberian dari leluhur kami. Sudah 2 keturunan tahan ini di serahkan kepada keturuan keluarga kami dan kini dipegang olehku. Sebelum ke desa ini, sebenarnya aku sudah mencoba wawancara dengan beberapa perusahaan di kota. Hanya saja, masih belum ada lowongan tersedia untukku dan lagi, aku masih belum memiliki tempat tinggal yang layak di sana. Maka saya dan istri memutuskan untuk tinggal di desa meneruskan lahan milik orang tua.
Melihat keadaan sekarang yang sudah menjadi separah ini (Kisah Part 8). Saya memutuskan untuk mencari lowongan kerja lagi di kota tetapi kali ini aku meminta pertolongan dari kerabat-kerabat ku yang sudah bekerja. Hingga dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu aku sudah mendapatkan panggilan di sebuah perusahaan cukup terkenal (dirahasiakan namanya). Setelah melakukan interview dan beberapa tes kesehatan, tidak lama setelah itu sayapun diterima bekerja di sana sebagai pegawai buruh pabrik itu. Hanya saja ada yang kurang, kami belum memiliki rumah di sana. Lalu aku teringat akan Pak Dahlan (baca Part 7), Pak Dahlan merupakan salah satu orang yang cukup sukses di kota. Salah satu pekerjaan yang ia lakukan adalah menyewakan rumah kontrakan. Maka dari itu akupun memutuskan untuk mencari cara untuk berbicara dengan Pak Dahlan agar bisa mendapatkan keringanan sewa kontrakan untuk beberapa bulan karena aku baru saja diterima bekerja. Tetapi, jika saya melihat ke sejarahnya Pak Dahlan, dia itu sangatlah pelit apa lagi terhadap uang. Pernah ada tetangga saya yang berusaha mendapatkan keringanan atas hutangnya. Tetapi dia sama sekali tidak memperdulikannya.
Akhirnya karena saya belum juga mendapatkan kontrakan, untuk sementara saya harus bekerja pulang pergi ke kota dan desa. Saya pun berusaha mencari kontrakan dengan kerabat-kerabat saya di pabrik. Hanya saja tidak ada kontrakan yang murah dan layak untuk ditempati, saya yakin istri saya Yola tidak akan mau. Setelah hampir 1.5 bulan mencari rumah kontrakan yang tak kunjung ketemu, saya pun cukup putus asa. Sebelum saya berceritera kembali tentang bagaimana saya mendapatkan Rumah Kontrakan di kota. Kita coba melihat dan mengingat apa saja yang sudah dilakukan oleh istri saya selama 2 bulan terakhir (setelah kejadian Part 8). Cukup aneh memang selama beberapa minggu awal saya bekerja antara desa dan kota saya tidak menemukan tanda-tanda kehadiran Pak Amir dan teman-temannya di rumah kami lagi. Sebenarnya saya juga tidak tahu betul apa yang terjadi di rumah karena saya pergi bekerja dari pagi-pagi benar hingga malam karena jarak antara desa dan kota cukup jauh.
Hampir setiap pulang kantor saya mencoba memeriksa seluruh isi rumah, saya tidak menemukan kejanggalan seperti bercak sperma, ataupun pakaian dalam istriku yang terkena bercak-bercak sperma. Ketika aku pulang di malam hari aku tidak melihat istriku, Yola, tampak seperti kelelahan. Cukup aneh memang, pikiran saya terus berpikir memutar otak, kenapa tidak ada yang meniduri istriku selama aku pergi. Mungkin kalian membaca hal ini merasa bodoh sekali suami seperti saya kok malah mengharapkan istrinya di tiduri orang. Tetapi bukan itu maksud pemikiran saya, maksud saya adalah bagaimana mungkin orang-orang yang kurang ajar seperti Amir, Bayu, dan Pak Rojali bisa melepaskan istri saya begitu saja selama beberapa minggu ini. Bahkan sampai berganti bulan pun hingga November 2006, saya masih tidak menemukan tanda-tanda yang extreme atau mencurigakan.
Semakin saya mencari-cari saya semakin bertempur dengan pikiran saya sendiri dan terus berkata "tidak mungkin" semakin terasa gila saya dibuatnya. Oleh karena itu, dengan segala kegilaan dipikiran saya, saya memutuskan untuk berbicara dengan Pak Dahlan tentang kontrakan di kota. Saya sangat berharap dia dapat membantu saya. Pada hari sabtu pagi, saya berbicara dengan istri saya mengenai mencari rumah kontrakan di kota dan mencoba mengusahakannya melalui Pak Dahlan. Istri saya nampak setuju sekali dengan ide saya tersebut. Yola benar-benar antusias ingin pindah ke kota.
Kemudian di siang hari kami pergi ke rumah Pak Dahlan bersama-sama dengan harapan dapat membujuk Pak Dahlan mengenai rumah Kontrakan. Sesampainya di rumah Pak Dahlan kami disambut baik oleh Pak Dahlan dan dipersilahkan duduk. Setelah berbasa-basi menanyakan kemana Ibu Yeni, istri Pak Dahlan, yang ternyata sedang pergi. Lalu, Pak Dahlan bertanya kepada kami, "Ada apa nih kok tumben-tumbenan kalian datang ke rumah saya?" Saya dan Yola saling bertatap muka kemudian sayapun mencoba menjawab, "Begini pak, sebenarnya kami kemari ingin meminta pertolongan bapak." Pak Dahlan pun berseru, "Oh ya!? Apa yang bisa saya bantu?" Saya pun melanjutkan, "Kebetulan sudah hampir 2 bulan saya bekerja di kota, dan sayapun terlalu lelah karena perjalanan terlalu jauh dari desa ke kota. Setiap hari saya harus pergi subuh pulang pun cukup larut." Pak Dahlan pun mengikuti, "Iya betul, yang saya dengar kamu diterima bekerja di Pabrik X di kota yah. Memang cukup jauh perjalanan ke sana." Sambil berkata seperti itu, Pak Dahlan melirik istri saya Yola. Saya tidak mengerti apa arti tatapan itu. Tetapi saya berusaha tidak mengindahkan hal tersebut.
Saya pun berbicara kembali, "Selama saya bekerja di kota, saya berusaha mencari rumah kontrakan terdekat dengan pabrik tempat saya bekerja. Tetapi sulit sekali mencari kontrakan yang memiliki harga yang dirasa cukup dengan gaji saya, karena saya pun masih harus menempuh 12 bulan bekerja hingga mendapatkan gaji yang lebih layak." Saya pun mencoba meneruskan, "Saya dengar, Pak Dahlan memiliki usaha kontrakan di kota, saya hanya berharap bapak bisa membantu kami untuk memberikan keringanan kontrakan selama 9-10 bulan kedepan hingga saya mendapatkan gaji tersebut." Pak Dahlan mulai cemberut dan berpikir sejenak. Kemudian ia pun berbicara, "Hm... 10 bulan adalah waktu yang cukup lama Dik Naryo. Saya cukup keberatan untuk waktu yang selama itu." Saya pun pasrah dan berkata lagi, "Oh begitu ya pak, tidak apa, kami juga hanya mencoba bertanya, tidak ada paksaan kok. Hanya saja jika bapak bisa membantu kami, kami akan sangat berhutang budi atas bantuan bapak."
Tiba-tiba saja mendengar kata "berhutang budi", Pak Dahlan menatap istri saya, Yola, lama sekali dan tersenyum. Istri saya tidak membalas tatapan Pak Dahlan melainkan berusaha menundukkan kepala dan tersipu malu. Sayapun berpikir, "Wah, jangan-jangan Pak Dahlan menginginkan tubuh istri ku lagi seperti waktu itu." Saya tidak ingin hal tersebut terjadi lagi oleh karena itu saya berpikiran mau membatalkan hal ini. "Baik pak lebih baik kami pulang sekarang, terima kasih atas waktunya." Setelah saya berkata seperti itu, tiba-tiba saja istri saya menarik tangan saya dan berkata, "Kalau tidak salah ibu Yeni pernah berbicara tentang membutuhkan karyawati di toko baju nya di kota kan, pak. Bagaimana kalau saya turut membantu ibu Yeni, sedangkan bapak tidak perlu menggaji saya cukup mengurangi biaya kontrakan kami?" Pak Dahlanpun mulai tersenyum dan berseru, "Wah ide yang sangat cemerlang! Dik Yola ini sudah cantik, pintar lagi." Sambil berusaha merayu istri saya di depan saya. Pak Dahlanpun melanjutkan, "Kebetulan sore ini saya akan ke kota untuk menjemput istri saya. Bagaimana kalau dik Yola ikut saya ke kota, sekaligus berbicara dengan Yeni tentang hal ini. Kemudian Dik Naryo bisa bersiap-siap di rumah karena besok atau lusa kita mulai memindahkan barang-barang ke rumah kontrakan di kota."
Mendengar itu saya sangat senang sekali, tetapi saya berpikir ada hal yang tidak beres, maka dari itu saya memutuskan untuk ikut ke kota, "Wah Pak Dahlan baik sekali, tetapi jika berkenan bagaimana jika saya mengantar istri saya ke kota sekaligus saya mau melihat toko ibu Yeni." Lalu Pak Dahlan dan istri saya bertatap-tatapan lagi sejenak. Pak Dahlan pun berkata lagi, "Saya hanya naik motor pak ke kota, jadi tidak mungkin membonceng 2 orang." Sayapun berusaha menimpali, tidak apa biar saya dan istri saya naik angkutan umum saja." Pak Dahlan berusaha mencari akal lagi, "Sudah pak tidak usah repot, lebih baik bapak beres-beres rumah persiapan untuk pindah karena itu tidak sedikit barang yg dipindahkan. Sedangkan saya dan dik Yola biar menyelesaikan urusan kami." Sambil tersenyum lebar melihat ke arah istri saya yang sedang tersipu-sipu malu. Saya sendiri sudah kehabisan akal, saya tidak ingin menyinggung perasaan Pak Dahlan atas tuduhan yang ada di pikiran saya. Beberapa saat hening, dan tiba-tiba saja istriku memecahkan situasi sambil memegang pundak saya dan berkata kepada saya, "Tidak apa mas, sekarang mas pulang dulu aja nanti saya menyusul." Sambil meyakinkan saya, istri saya pun menatap Pak Dahlan yang sedang tersenyum penuh kesenangan. Saya yakin Pak Dahlan ingin mengauli istri saya lagi. Tetapi apa daya saya sangat membutuhkan rumah itu. Akhirnya saya pun menyerah, untuk merelakan istri saya untuk dipakai Pak Dahlan sebagai "Uang Muka" untuk mendapatkan rumah kontrakan di kota nanti.
Setelah saya berpamitan, bukannya Pak Dahlan yang mengantar saya pulang ke pagar depan, tetapi malah istri saya yang membukakan pintu dan mengatar saya hingga keluar pagar. Saya hanya bisa diam seribu bahasa dengan pikiran bercampur aduk menyaksikan istri saya memasuki rumah Pak Dahlan dan terlebih lagi terdengar suara pintu dikunci. Setelah saya melihat keadaan aman, saya mengambil inisiatif untuk berputar ke arah belakang rumah dan mengendap-endap kembali ke rumah Pak Dahlan untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh istri saya di sana bersama Pak Dahlan. Sesampainya saya di jendela rumah Pak Dahlan bagian ruang tamu, tempat tadi saya berbincang, saya melihat istri saya sedang duduk di bangku tadi, sambil mengikat rambutnya. Pak Dahlan pun berkata kepada istri saya, "Baik sekali ya dik suami kamu, mau meminjamkan istrinya kepadaku. Hahaha..." Hatiku hancur mendengar kata-kata itu, benar saja apa yang kutakuti akan segera terjadi. Istriku tidak menjawab apapun karena ia sedang menggigit ikat rambutnya sambil berusaha menguncir rambutnya.
Seusai istriku menguncir rambutnya, Pak Dahlan berkata, "Kamu cantik sekali dik hari ini." Istriku pun berkata, "Ah Pak Dahlan bisa saja. Kenapa panas sekali yah hari ini." Begitu sekiranya sambung istri saya, dan Pak Dahlanpun tertawa sambil berkata, "Hahaha... Kalau panas dibuka saja bajunya dik." Tanpa disuruh dua kali, istrikupun berdiri sambil mendekat ke arah Pak Dahlan, dengan perlahan istriku melepaskan kaosnya kuning dan celana pendek putih berbunga-bunga nya serta melemparnya ke kursi tempat ia duduk tadi. Pak Dahlan hanya ternganga melihat tubuh istriku yang ternyata tidak memakai Bra dan CD sama sekali. Saya sendiri kaget, saya tidap percaya bahwa istri saya pergi ke rumah Pak Dahlan tanpa mengenakan pakaian dalam sama sekali. Pantas saja dari tadi Pak Dahlan menatap istri saya dalam-dalam apakah karena hal itu? Apakah hal ini sudah di rencanakan oleh istri saya? Saya sendiri tidak tahu. Pikiran berkecamuk di kepala saya. Tetapi apa daya saya tidak mampu melakukan apapun dari sini. Pak Dahlan menatap tubuh istriku yang berdiri didepannya polos tanpa sehelai benangpun. Cukup lama ia menatap istriku sambil tercengang. Lalu istriku merasa malu dan berusaha menutupi dadanya dengan tangan kanannya serta vaginanya dengan tangan kirinya, sambil berkata, "ihhh... Pak Dahlan sudah dong... jangan dilihatin terus, kan malu!"
Perkataan istriku itupun, membuyarkan lamunan Pak Dahlan. Akhirnya Pak Dahlan berseru,"Wah kok tubuhmu makin bagus dik, sudah lama saya tidak melihatnya tapi kok rasanya jadi makin sexy yah." Istriku tersipu malu berusaha menutupi tubuh telanjangnya itu. Saya sendiri berpikir sudah berapa lama yah saya tidak berhubungan intim dengan istri saya, dan saya tidak begitu memperhatikan bahwa tubuh istri saya rasanya berubah, menjadi lebih mulus dan sexy. Apa yang ia lakukan saya juga tidak tahu. Pak Dahlan melanjutkan lagi, "Wah dengan tubuh sebagus itu, kamu mau saya apakan dik?" Istriku nampak seperti melotot ke arah Pak Dahlan. Pak Dahlan pun tertawa terbahak-bahak melecehkan istri saya yang sedang telanjang bulat didepannya itu, "Hahaha... Hayo mau diapakan bilang saja... Jangan malu-malu" Istri saya bernada kesal berbalik badan ingin meraih pakaian nya dia. Lalu Pak Dahlanpun berseru, "Kalau kamu pakai perjanjian kontrak rumah suami kamu batal loh yah!" Deg... Rasanya kepalaku seperti digebuk batu beton, ternyata memang Pak Dahlan sudah menginginkan ini sejak awal. Istrikupun berhenti melangkah dan berbalik ke arah Pak Dahlan lagi sambil merengek, "Ya tapi jangan di pelototin terus dong akh... Ayo kalau mau...!!!"
Pak Dahlan sambil tersenyum-senyum berkata lagi, "Ayo apa yah dik? Saya kan tidak mengerti? Hehehe..." Istriku bernada sebal lagi,"ikhh!!! Sudah ah! " Istriku berjalan dan duduk di kursi tempat aku duduk tadi masih tetap dengan telanjang bulat hanya duduk saja di sana sambil membuang muka dari Pak Dahlan karena sebal. Pak Dahlan masih tetap ingin menggoda istri saya, "Lho! Kok marah, kalau marah hilang loh cantiknya! Dan juga hilang loh rumahnya! Hihihihi... Kamu mau apa dik, bilang saja sama saya, pasti saya kabulkan kok!" Istri sayapun melotot ke arah Pak Dahlan, sambil berkata, "Saya mau pakai baju saya!" Sambil mengambil kaosnya dan bersiap-siap memakainya. Pak Dahlanpun mencegah dengan berkata, "Etisss... Ingat kalau pakai baju batal lho perjanjian kita! Kan kamu sendiri yang datang ke sini dan melepas pakaianmu, apa lagi sudah tidak memakai Bra dan CD sama sekali. Hayo..." Akhirnya istri saya meletakkan bajunya kembali, dan terdiam tidak mampu berkata apapun. Pak Dahlanpun berkata lagi,"Saya tanya lagi ya dik, kamu mau apa ke sini? Hehehe..." Istriku dengan sebal menatap Pak Dahlan dan akhirnya menyerah berkata, "Mau Bercinta!!! PUAS?!" Pak Dahlan tertawa terbahak-bahak,"Hhuahahahaha... Gitu dong! Ayo sini saya berikan kepuasan yang tidak dapat diberikan oleh suami kamu"
Tanpa disuruh keduakalinya, istri sayapun beranjak berdiri dan melangkah ke arah Pak Dahlan. Lalu, istrikupun berjongkok di depan Pak Dahlan sambil membuka sabuk dan reseleting celana jeans Pak Dahlan. Tidak lama kemudian menyembulah senjata Pak Dahlan yang tegak dan keras berdiri dengan gagahnya di depan muka lugu istriku yang manis ini. Seperti anak kecil menginginkan permen, istriku langsung saja melahap senjata Pak Dahlan itu dengan liarnya. Dengan cukup mahir Yola, istriku, memainkan lidahnya di ujung kepala senjata Pak Dahlan. Menjulurkan lidahnya dan menjilat senjata Pak Dahlan dari bawah ke atas sambil menatap Pak Dahlan dengan genit dan melakukan gerakan sexy. Aku tidak menyangka sama sekali bahwa Yola begitu mahir dalam melakukan itu. Padahal saya sendiri tidak pernah mendapatkannya di rumah. Setiap kali saya suruh ia selalu saja merasa jijik. Kuluman ini masih terus berlanjut, hingga beberapa menit. Saya mulai terangsang melihat aksi ini, senjata saya sudah mulai berontak di bawah sana.
Panas terik sekali di tempat saya mengintip. Keringat saya bercucuran tidak karuan. Tetapi, ternyata bukan hanya saya yang berkeringat, begitu juga Yola dan Pak Dahlan, memang sangat panas hari ini. Akhirnya Pak Dahlan merasa kegerahan, iapun berinisiatif membuka kaos merahnya. Sedangkan Yola berinisiatif untuk menurunkan celana Pak Dahlan dan melepasnya. Kini terpampanglah kedua insan yang telanjang bulat di mana istri saya sedang berlutut melayani dengan penuh keliaran atas senjata tetangga saya. Sayapun memutuskan untuk mengeluarkan senjata saya dan mulai bermasturbasi. Istriku melanjutkan kulumannya, tetapi kali ini kuluman dan jilatan tersebut merambat dari bawah buah zakar Pak Dahlan hingga dada Pak Dahlan yang cukup bidang itu. Sambil menjilati segala keringat yang bercucuran dari tubuh Pak Dahlan istriku terus dengan penuh ketelitian "melayani" dan menjilati seluruh tubuh Pak Dahlan.
Tidak lama kemudian sayapun meledak, tidak tertahankan lagi. Ejakulasi pertama saya disertai sedikit hentakan karena terlalu nikmat. Pak Dahlan dan istri saya nampaknya sedang asik sendiri tidak mendengar hentakkan saya tersebut. Sambil meliuk-liukkan tubuh nya istriku berdiri dan terus meliuk-liukkan pinggul dan menelusuri seluruh tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya di depan Pak Dahlan. Pak Dahlanpun berinisiatif untuk memegang kedua pinggul istri saya yang sedang bergoyang-goyang sambil tersenyum penuh kebahagiaan. Dengan sangat sexy istriku meliuk dan menelusuri tubuhnya dengan tangannya sendiri dari pinggul hingga dadanya, memuntir dadanya sendiri, meremasnya, lalu menjilat tangannya, mengulum tangannya sendiri hingga rambutnya di sibakkan ke arah atas dan dibuka ikatannya. Hingga rambut istriku terurai dengan sexynya. Tangan Pak Dahlan pun beranjak dari pinggang hingga perut istriku dan mulai meraba dada istriku. Istriku masi memainkan rambutnya beberapa saat lalu membantu tangan Pak Dahlan untuk meremas dadanya lebih kencang lagi. Jadi dada istriku diremas oleh Pak Dahlan, lalu tangan Pak Dahlan dibimbing dan diremas oleh istriku sendiri. Semakin sexy dan semakin liar istriku menjadi-jadi dan mendesah untuk pertama kalinya, "uuaaahhh.... hmmm.... ssssshhh.... yeeaahhhhhh...."
Setelah puas memainkan dadanya bersama Pak Dahlan, istriku menuntun tangan Pak Dahlan ke bawah ke arah Vaginanya sendiri sambil menaikkan kaki kanannya ke arah bangku yang diduduki oleh Pak Dahlan. Tanpa harus bersusah payah, mungkin karena sudah basah sekali, jari tangan Pak Dahlan dengan mudahnya masuk ke vagina istriku. Istriku pun mendesah penuh kenikmatan lagi, "oooohhhhhhh.......... ehghhhm...." Entah sadar atau tidak, pinggul istriku mulai bergoyang mengikuti iriama jari Pak Dahlan, disertai dengan tangan kanan istriku memainkan rambutnya sendiri dan tangan kirinya memilin-milin putingnya sendiri. Dengan memejamkan mata dan menatap ke langit-langit istriku mendesah lagi, "sssshhh.... gilaaa.... ohhhh.... ohhh... ughghhhh...." Pak Dahlan membuka perkataan, "Enak yah dik? Kamu sexy sekali dik" Istriku sambil memejamkan matanya dan mengadah ke atas mengangguk-anggukkan kepalanya. Saya melihat jam dinding di rumah Pak Dahlan sudah menunjukkan pukul 14:50 sore. Sekiranya permainan ini sudah berlangsung 30 menit lamanya.
Cukup lama mereka di posisi itu, lalu, istri saya nampak seperti cacing kepanasan, "ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh............ ahhhhhhhhhh......" Sepertinya istriku mengalami orgasme pertama kalinya hanya dengan jari Pak Dahlan. Setelah terdiam beberapa saat, dengan masih posisi jari menancap pada liang vaginanya, istriku terengah-engah dan tersenyum puas menatap Pak Dahlan. Lalu Pak Dahlan membalas senyuman istriku sambil menarik jarinya dari vagina istriku. Tanpa menunggu lama istrikupun menunduk dan menjilati jari Pak Dahlan yang penuh cairan cintanya sendiri. Aku tidak pernah melihat istriku seperti ini sebelumnya. Apakah sekaran istriku telah berubah menjadi seliar ini, apa yang terlah terjadi setelah pemerkosaan waktu itu? Saya benar-benar melihat istriku perbedaan yang cukup besar pada istriku setelah pemerkosaan itu. Pak Dahlanpun terkaget melihat tingkah istriku itu. Seusai membersihkan tangan Pak Dahlan, istriku menarik Pak Dahlan untuk berdiri dan menuntunnya ke arah pintu masuk rumah Pak Dahlan, di mana tempat tadi aku pulang dan istriku mengunci pintu tersebut. Sambil berdiri di dekat pintu itu, istriku mencium Pak Dahlan dengan liarnya mereka saling berpangut lidah. Dengan keringat yang terus bercucuran terlihat dari dahi mereka dan punggung mereka masing-masing. Keringat mereka bersatu-padu menjadi sebuah pasangan dua sejoli yang sempurna.
Saya sendiri melihat aksi mereka berciuman seperti sepasang kekasih yang telah lama tak jumpa. Jika suatu hari nanti istriku meninggalkanku untuk menikah lagi dengan Pak Dahlan mungkin saya tidak begitu kecewa karena saya melihat pasangan ini benar-benar sempurna. Begitu sekiranya yang ada di pikiranku yang sedang kacau saat itu. Setelah berciuman dengan liarnya, Pak Dahlan mendorong istriku ke arah pintu hingga pintu itupun bergetar seperti ingin terbuka, karena daun pintu itu ada 2 kanan dan kiri dan masih menggunakan kunci kuno, jika di dorong dari dalam dengan kuat pasti akan terbuka. Entah mereka menyadari itu atau tidak, tetapi saat ini yang ada dipikiran mereka hanyalah bercinta begitu juga dipikiranku. Saya melihat istriku benar-benar bersandar dipintu itu sambil menganggkat 1 kaki kiri nya berpijak pada pintu itu. Tangan-tangan istriku meremas rambut Pak Dahlan yang sedang menciumi leher dan pundak lalu beralih ke buah dada istriku, menjilatinya, menghisapnya.
Dengan tetap menengadah ke langit-langit istriku memejamkan matanya menikmati apa yang diperlakukan oleh Pak Dahlan terhadap tubuhnya. Tangan Pak Dahlan pun bergerilya ke arah pantat istriku meremasnya, mengguncangkannya, dan membukanya ke kanan dan ke kiri. Pak Dahlan melakukan itu semua berulang-ulang terhadap istriku. Entah sudah berapa menit berlalu, pandangan saya saat itu, serta pikiran saya, hanya berharap agar istriku cepat-cepat dimasuki oleh senjata Pak Dahlan. Entah mengapa pikiranku merasa ingin sekali melihat istriku puas oleh senjata Pak Dahlan yang sedang mematung dengan kerasnya itu. Istriku mulai menggeliat-geliat terbawa suasana yang panas ini, "Ohhh... Ughh... owghhh..." Berulang-ulang terucap keluar dari mulut istriku menikmati cumbuan Pak Dahlan terhadap tubuh telanjangnya yang mengkilat karena keringat. Sepertinya istriku mulai tidak tahan, dengan sendirinya istriku mengangkat kaki kanannya berpijak ke laci pendek yang ada di dekat pintu itu. Dengan sendirinya tangan kanan istriku turun ke arah vaginanya sendiri dan memasukkan jarinya ke sana. Semakin liar istriku mendesah, "Yahhhh... yahhh... ssshhh.... oohhhh... yahhh..." Pinggul dan pantatnnya mulai bergoyang mengikuti irama jarinya sendiri.
Entah sadar atau tidak, istriku meracau dan berkata kepada Pak Dahlan, "Mashhh.... masukkk...in..." Pak Dahlan diam saja dan masih asyik mengulum dada istriku tanpa memperdulikan racauan istriku. Sekali lagi istriku meracau, "Masssshhh... ayooo... Yola sudah ndak tahan masshhh... ouughhh..." Akhirnya Pak Dahlanpun berhenti mengulum dada istriku bukannya segera memasukkan senjatanya ke dalam vagina istriku tetapi ia malah berlutut di depan vagina istriku dan menjilatinya serta menyedot-nyedot vagina istriku itu. Semakin gila istriku dibuatnya, "Aahhhhhh...... sssshhhhh...... awwwhh... enakkk... sssh... enakkk... ohhh... yahh ... terussshhh..." Saya melihat Jam dinding sudah menunjukkan Pukul 15:15 sore, belum ada tanda-tanda pertarungan ini akan berakhir. Sepertinya Pak Dahlan tidak akan mengembalikan istri saya sebelum iya sedot habis cairan tubuh istriku hari ini. Akhirnya istrikupun orgasme lagi untuk yang kedua kalinya, "Ampuuuunnnhhh...... ahhhhhhhhhhh..............." Setelah mendengar lenguhan panjang itu, istrikupun terkulai lemas bersandar pada pintu. Dan Pak Dahlan menghentikan sedotannya terhadap vagina istriku, sambil berdiri dan menatap penuh kemenangan terhadap istriku yang terkulai lemas dengan kaki tetap mengangkang menghadap dia.
Tetapi nampaknya Pak Dahlan tidak memberikan kesempatan istriku untuk beristirahat karena melihat vagina yang ternganga dengan bebas di depan mukanya, dengan kasarnya Pak Dahlan memasukkan senjatanya ke arah vagina istriku yang terpampang dengan bebasnya. Setelah senajata Pak Dahlan berhasil memasuki liang vagina istriku, ia mulai menggoyangkannya, memaju mundurkan senjatannya di dalam vagina istriku. Hal ini membuat tubuh istriku bergetar bersamaan dengan pintu itu, tetapi istriku masih sangat lemas karena orgasme keduanya tadi. Tetapi apa daya istriku tidak mampu menolak serangan bertubi-tubi dari Pak Dahlan ini. Pak Dahlan menciumi bibir istriku, leher, dan menghisap-hisap dada istriku, dengan bertubi-tubi, pintu Pak Dahlan bergetar-getar hebat. "Owgghhh.... ssshhh.... asssshh.... yaahhh......", begitu sekiranya racuan istriku. Sekitar 15 menit mereka dalam posisi ini, Pak Dahlan berinisiatif ingin memposisikan istriku menungging. Istriku meracau berulang-ulang, "Ssshhh... hmpbhh.... yahhh...yahhh..." Lalu dengan kasarnya Pak Dahlan menarik tangan kiri istriku dan diputarnya badan istriku menghadap pintu. Dengan reflek cepat istriku menahan tubuhnya dengan kedua tangannya pada pintu itu dan tanpa harus di suruh istriku merenggangkan kedua kakinya agar mempermudah Pak Dahlan memasukkan senjatanya dari belakang.
Dengan perlahan tapi pasti, senjata tersebut masuk ke dalam vagina istriku dari arah belakang. Secara cepat Pak Dahlan menggenjot istriku dari belakang, suara pintu semakin keras dan heboh, sepertinya ini membuat nafsu Pak Dahlan semakin menjadi-jadi. Istrikupun menjerit keenakan, "AHH... TERUSSSHHHH... YAHHH.... YAHHH.... MASSSHHH...." Guncangan semakin kuat dan kasar, terdengar suara bertabrakan antara kulit Pak Dahlan dan pantat istriku, "plok... plok..." Semakin cepat guncangan itu, istriku dan Pak Dahlan seperti sudah diujung tombak, kedua kekasih ini sangat mengharapkan ejakulasi dan orgasme mereka sebentar lagi. Tiba-tiba saja pintu tersebut sudah tidak mampu lagi menahan tubuh istriku dan hasilnya kedua daun pintu itu terdorong oleh istriku dan terbuka lebar, istriku dengan tanggap tangannya bertumpu pada kedua tembok pada kiri dan kanan sehingga tidak terjatuh ke depan. Istriku berpaling ke arah Pak Dahlan sambil sedikit tertawa, mungkin ia menyadari betapa hebohnya permainan mereka. Pak Dahlan melihat hal tersebut bukannya segera menghentikan aksi gila ini, malah semakin menjadi-jadi dan tersenyum ke arah istriku. Istrikupun tampak mengerti keadaan mereka sangatlah tanggung, maka istriku sambil melihat ke arah jalanan ke kanan dan ke kiri, jalanan tampaknya sepi pada sore ini.
Tetapi biasanya sore hari banyak orang yang akan lewat untuk pulang ke rumah masing-masing setelah bekerja di sawah. Setelah dirasa aman istriku semakin liar, mengikuti irama sodokan dari Pak Dahlan. Akupun tidak tahan lagi bermasturbasi dengan hebohnya di posisi ini. Seperti sudah tidak perduli lagi dengan lingkungan istriku memejamkan mata dan menengadah ke langit-langit, begitu juga dengan Pak Dahlan dengan hebohnya sambil memejamkan mata dan menengadah ke langit-langit. Tanpa takut permainan gila mereka dilihat oleh orang sekitar, mereka semakin gila dan heboh, istri saya semakin meracau, "Massshhh... enakkk.... iniiii....... gilaaaaaaaa... masshhh........ ohhh....... terussshhhhhhhhh.... terushhhhhh.... gilaaaaaaaa..." Pak Dahlan semakin menggila dan menampar Pantat istriku dengan kasarnya, istriku pun semakin gila, "Aihhh... terushhhh... jangan berhentii..... ahhh... lagii... lagiii..." Terdengar suara tamparan, Plakk.... "Lagi... masshhh lagi... ohhh" Lagi-lagi tamparan Plakkk...., "Ohhh... keras... keras... lagi..." Aku juga sudah tidak tahan lagi dan berlari ke arah belakang rumah karena takut terdengar oleh mereka untuk mengeluarkan cairanku. Setelah usai mengeluarkan cairanku aku melihat permainan mereka masih berlanjut, tetapi aku mendengar suara langkah kaki dari sana, ternyata itu adalah PakDe Sukiman. Dia adalah salah satu petani tua di desa ini, dan juga anak buah saya yang bekerja di sawah saya, memiliki istri yang juga sudah tua, serta satu orang anaknya sudah bekerja di kota. Dengan tercengang PakDe Sukiman melihat istri saya digenjot dan dipukuli oleh Pak Dahlan.
Tidak lama setelah itu Pak Dahlan nampak menyadari kehadiran PakDe Sukiman, dan dengan hanya mengangkat tangan kanannya seperti mengucapkan salam kepadanya, lalu kembali menggenjot istri saya. "JANGAN BERHENTI!!! Ayooo dongg tampar lagi!!! Ssshshhh....", Nampaknya istri saya belum menyadari hal itu, jika dari posisi PakDe Sukiman, saya yakin dapat terlihat dengan jelas buah dada istri saya berguncang hebat menghadap jalanan tempat ia berdiri. Tidak lama kemudian baik Pak Dahlan maupun istri saya melenguh panjang dan berteriak dengan lantang, "AHHHHHHHHHHHHHH......... GILAAAAAAAAAAAA.... PAAAKKKK DAHLAAANNNNNNNNN............" Lalu menundukkan kepalanya sambil terengah-engah karena orgasme yang di dapatkannya. Cukup lama istriku kelelahan dengan posisi yang masih sama senjata Pak Dahlanpun di lepaskan dari vagina istriku yang berceceran sperma dan cairan cintanya sendiri. Lalu dengan tenangnya memanggil PakDe Sukiman, "PakDe, ada perlu sama saya?" Tiba-tiba istri saya terkaget, dan melihat ke arah jalanan, mendapatkan PakDe Sukiman sedang tercengan melihat tubuh telanjang istriku yang mengkilat karena keringat serta rambutnya yang acak-acakan serta cairan sperma yang menempel di vaginanya.
Dengan penuh kelelahan dan nafas yang tersengal-sengal, istri saya berusaha untuk berbalik badan dan berlari ke arah dalam rumah, akan tetapi di tahan oleh Pak Dahlan sehingga tubuh mereka berpelukan. Sekali lagi Pak Dahlan memanggil PakDe Sukiman, "Mari masuk Pak Sukiman. Tidak usah sungkan." Sayapun melihat PakDe Sukiman terlihat dengan mimik muka seperti memiliki 1000 pertanyaan di benaknya, berusaha berjalan ke dalam rumah Pak Dahlan melewati tubuh telanjang istriku dan Pak Dahlan yang sedang berpelukan. Karena kursinya penuh dengan pakaian istri saya yang berantakan dan tas istri saya, sehingga PakDe Sukiman bingung ingin duduk di mana, maka Pak Dahlan menyuruh istri saya,"dik tolong rapihkan pakaian dan tasmu PakDe mau duduk tuh." Sambil berusaha menutupi mukanya dengan rambut istriku melepaskan pelukan Pak Dahlan, dan berjalan secara perlahan melewati PakDe Sukiman, untuk mengambil pakaiannya dan tasnya itu.
Ketika istriku ingin berjalan ke arah belakang, tangan istriku ditarik oleh Pak Dahlan dan disuruh duduk di sebelah Pak Dahlan bersebrangan dengan tempat duduk PakDe Sukiman. Dengan santainya Pak Dahlan yang telanjang bulat penuh dengan keringat, serta cairan cinta istriku yang menempel pada senjatanya yang coklat terlihat mengkilat, berkata kepada PakDe Sukiman, "Ada keperluan apa yah Pak?". PakDe Sukiman terbangun dari lamunannya memandangi istri saya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seperti sedang menelanjanginya, hanya saja kini istriku sudah dalam keadaan telanjang bulat tubuh penuh peluh keringat, dengan nafas masih terengah-engah, serta ciaran sperma terlihat mengkilat di vaginanya. Istriku menyadari bahwa tubuhnya sedang disorot seperti lampu senter, sehingga ia merasa malu dan enggan terhadap PakDe Sukiman, lalu istrikupun berusaha menutupi tubuhnya dengan tangan dan berbisik ke Pak Dahlan. Mungkin ia minta izin untuk ke belakang dan berbenah.
Lalu Pak Dahlanpun, berkata, "Boleh, tapi pamit dulu dengan PakDe Sukiman dong." Yola nampak sangat malu sekali, sambil berusaha menatap wajah PakDe, ketika istriku ingin berkata sesuatu tetapi sepertinya terlalu berat karena malu, PakDe memotongnya untuk memecah suasana. "Bu Yola, tadi saya ke rumah loh, tapi tidak ada orang di sana. ", begitu sekiranya kalimat dari PakDe Sukiman sambil tersenyum simpul. Istriku berusaha menghiraukan dan berkata, "Lho!? Bukannya ada suami saya di sana pak? Tadi suami saya sudah pulang ke arah rumah kok." PakDe pun menyambung lagi, "Saya sudah ketuk berkali-kali, bu. Mau laporan kepada Pak Naryo soal hasil panen sekalian minta gaji bulan ini. Eh... ternyata tidak ketemu Pak Naryo malah ketemu Ibu di sini. Hehehe..." Sambung istriku, "Oh... mungkin dia sedang ketiduran pak..." PakDe Sukiman pun semakin berani, "Kasihan yah suaminya tidur sendirian sementara istrinya sedang menemani tetangganya hehehe..." Istirku nampak sebal sekali dan lalu ia berpamitan sepertinya ia ingin ke kamar mandi, "Saya permisi dulu Pak"
Baru saja berdiri dari kursi tempat istri saya duduk, PakDe Sukiman berkata, "Eh Bu Yola, itu ada yang ketinggalan..." sambil menunjuk kursi tempat istri saya duduk. Istri sayapun berbalik dan menoleh untuk melihat ada apa di kursi tersebut. Pak Dahlanpun tertawa terbahak-bahak disusul oleh tawa dari PakDe Sukiman. Istri saya nampak malu sekali mukanya memerah padam, bahwa di kursi itu ada cairan sperma Pak Dahlan bercampur dengan cairan cintanya menetes di sana. Istri saya bertanya kepada Pak Dahlan, "Lap atau Tissue ada di mana yah?" Pak Dahlan menimpali lagi, "Biasanya kamu tidak membutuhkan Lap ataupun Tissue dik, langsung kamu telan habis... Huahahahaha..." Lagi-lagi Pak Dahlan melecehkan istriku. PakDe Sukiman pun menyambung, "Wah... Ternyata Bu Yola ini suka sperma yah. Berbeda sekali dengan istri saya." Tanpa berlama-lama lagi istriku membersihkan kursi itu dengan tangannya lalu di bawanya dengan langkah jijik ke arah kamar mandi Pak Dahlan.
Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 16:00 sore, Saya melihat istri saya sudah berada di dalam kamar mandi, sedangkan Pak Dahlan masih di ruang tamu mengenakan pakaiannya di depan PakDe Sukiman, sambil berkata, "Man, ada apa kamu ke sini?" PakDe Sukiman pun menimpali, "Mau ikutan nyicipi Bu Yola. Hehehe..." katanya sambil bercanda. Lalu PakDe Sukiman pun melanjutkan, "Sebenarnya saya tadi hanya berjalan pulang ke rumah Pak. Tetapi kaget sekali saya melihat Bu Yola sedang melakukan atraksi dengan bapak." Pak Dahlanpun tertawa terbahak-bahak, "Hahaha... Bisa saja kamu... Saya rasa kamu dengan istrimu juga pernah melakukan atraksi begitu." PakDe Sukimanpun berusaha meyakinkan lagi, "Ah tidak mungkin pak istri saya mau diajak seperti itu. Menghisap itu saja saja tidak mau pak." Pak Dahlan berkata lagi, "Wah kasihan kamu man... Apakah kamu mau saya pinjami Bu Yola khusus hari ini saja?" Orang tua ini merasa kaget kegirangan, "Ah... Yang benar pak? Masa ia dikasih bidadari cantik saya menolak pak?" Pak Dahlanpun menimpali, "Tetapi kamu tidak bisa melakukannya di sini, karena sebentar lagi istri saya pulang." Dalam hatiku, "Berengsek ini Pak Dahlan, katanya tadi mau mengantar istriku ke kota untuk ketemu dengan Bu Yeni, ternyata malah sebaliknya."
PakDe Sukiman pun meneruskan, "Wah tenang pak, di rumah saya sedang tidak ada orang, istri saya sedang ke kota beberapa hari bersama anak saya." Pak Dahlan dan PakDe Sukiman terus berbincang soal pinjam meminjam istri saya, dan membanding-banding kan istri saya dengan wanita-wanita di desa ini. Sementara di kamar mandi terdengar istri saya sudah selesai mandi dan berjalan ke arah ruang tamu dengan hanya mengenakan handuk. Pandangan tajam dan tersenyum lebar dilontarkan oleh PakDe Sukiman kepada istri saya di sana. Dengan sangat canggung, istri saya berkata, "Ma.. af..., baju saya ketinggalan." Setelah mengambil pakaiannya, istri saya kembali ke kamar mandi. Pembicaraan antara Pak Dahlan dan PakDe Sukiman masih berlanjut. Beberapa menit kemudian istri saya kembali ke ruang tamu sudah berpakaian lengkap (mungkin masih tanpa pakaian dalam, saya kurang jelas melihatnya dari sini). Istri saya nampak sudah rapih, bersih, wangi (mungkin), dan siap dipakai lagi untuk ronde selanjutnya.
Istri saya dipersilahkan duduk oleh Pak Dahlan tepat di sebelahnya, "Dik sini duduk sini..." Istri saya pun menuruti untuk duduk di sana, lalu Pak Dahlan kembali membuka topik, "Dik, kamu tolong bantu PakDe Sukiman yah di rumahnya sekarang." Istri sayapun mengkerutkan dahinya karena bingung, "Maksud mas?" Pak Dahlan melanjutkan lagi, "Jadi gini dik Yola, PakDe Sukiman tidak pernah mengalami permainan bercinta liar seperti kita tadi. Dia merasa iri sekali dengan kita. Saya prihatin kepada PakDe Sukiman, akhirnya saya bilang saja kalau saya pinjami kamu khusus hari ini. Besok kamu boleh pulang kok." Istriku melotot tajam kepada Pak Dahlan, lalu melirik PakDe Sukiman dr ujung kaki hingga ujung kepala. Seorang petani yang sudah tua sekitar 55-65 tahun, berbaju kotor penuh tanah, bau keringat yang khas terpancar dari tubuhnya (setahu saya). Setelah cukup lama ruangan itu dalam kondisi sunyi, istri saya, Yola, akhirnya membuka mulut, "Tttaa... pi... Pak, saya kan harusnya membantu Mbak Yeni." Pak Dahlan melanjutkan, "Sudah kamu tenang saja, kalau kamu ikut dengan PakDe Sukiman, urusan rumah saya anggap beres semua. Kamu tidak usah repot-repot membantu Mbak Yeni lagi. Bagaimana?"
Istriku terdiam cukup lama sambil menundukkan kepala, tidak lama kemudian Pak Dahlan bertanya lagi, "Bagaimana dik? Kasihan tuh PakDe Sukiman kamu sih tadi tidak menutup pintunya, malah dibuka lebar-lebar. Hehehe..." Begitu kira-kira kata2 merendahkan dari Pak Dahlan terhadap istriku. Istriku melotot sebal, "Idihhh bukan saya yang buka!? Pintunya tuh yang tidak kuat menahan." Pak Dahlan dan PakDe Sukiman serentak tertawa bersama-sama, "Hahahaha..." Istriku melanjutkan sebalnya, "Iiikkkhhhh...... Apaan sich...!" Lalu PakDe Sukiman mencoba mendapatkan istri saya dengan berkata, "Bu Yola, ibu ini wanita yang saya idam-idamkan sejak dulu, kalau ibu rela membantu saya yang sudah uzur ini, saya akan sangat berterima kasih dan berjanji tidak membocorkan hal ini kepada Pak Naryo. Hehehe..." Dengan liciknya iya tertawa. Istriku nampak pasrah tidak bisa mengelak lagi, akhirnya istriku menundukkan kepala sambil mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju. Pak Dahlan dan PakDe Sukiman merasa senang sekali berhasil menaklukan istri saya.
Tanpa berlama-lama PakDe Sukiman berdiri dan berpamitan dengan Pak Dahlan, "Baiklah Pak, terima kasih banyak atas hadiahnya! Saya berjanji akan memperlakukannya dengan baik. Lagipula dia kan istri dari majikan saya, kalau istrinya lecet sedikit kan saya bisa dipecat! Hahahaha...." Pak Dahlan hanya ikut tertawa. PakDe Sukiman pun memanggil istri saya, "Mari Bu Yola pergi ke rumah saya." Sebelum pergi saya melihat jam dinding menunjukkan Pukul 17:00 sore, sebenarnya sekitar jam 18:00 saya harus pulang dulu ke rumah untuk menyalakan lampu rumah jika tidak akan sulit sekali saya menyalakannya nanti karena gelap. Aku memutuskan untuk mengikuti istriku dulu hingga sampai di rumah PakDe Sukiman. Baru separuh perjalanan, tiba-tiba saja langit bergemuruh dan hujan deras sekali, Yola, istri saya dan PakDe Sukiman maupun saya sendiri basah kuyub. Saya melihat kaos kuning istri saya basah kuyub, dan saya teringat bahwa istri saya tidak memakai bra pasti PakDe dapat melihatnya dengan leluasa bentuk payudara istri saya. Tak lama kemudian PakDe menunjuk sebuah bale-bale di tengah sawah. Saya melihat istri saya dan PakDe berlari-lari ke arah sana. Bale-bale ini memiliki setengah dinding jerami di setiap sisi nya sehingga aman dan nyaman untuk berteduh, saya dulu juga sering tidur siang di situ.Dan juga jika kita berposisi duduk yang kelihatan dari luar hanya pundak sampai kepala saja, sisanya tertutup oleh dinding jerami. Saya melihat PakDe dan Istri saya berteduh di Bale-Bale dekat sawah situ. Saya tidak mungkin bisa mengikuti mereka, karena bale-bale itu terletak di tengah-tengah sawah, jadi tidak ada tempat untuk saya bersembunyi. Jadi saya hanya dapat melihat dari jauh di balik pepohonan.
Dari kejauhan terlihat Ternyata mereka tidak sendirian di sana, ada beberapa orang juga yg berada di sana tapi saya tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang-orang itu. Sejauh saya melihat ada 2 orang lagi di sana sedang berteduh. Sepertinya petani yang baru selesai bekerja dan berteduh di sana karena hujan. Sebenarnya sawah di sini juga ada beberapa milik saya. Jadi memang beberapa petani di sini adalah temannya PakDe Sukiman dan juga para petaninya saya. Saya tidak tahu apa saja yg terjadi di sana karena saya tidak bisa mendengar percakapan mereka dan hujan sangat lebat saya tidak bisa melihat dengan jelas apa yg terjadi di sana. Sekitar 10 menit sudah berlalu, saya tetap tidak bisa melihat apapun, tidak lama kemudian saya melihat baju kuning istri saya dijemur di dinding jerami bale-bale tersebut, dan juga celana pendeknya. Dan juga tidak lama kemudian ada 3 baju lain dan 3 celana lain menyusul diletakkan di sebelah pakaian istri saya. Tetapi, bukankah istri saya tidak memakai dalaman sama sekali? Lalu, apa yang terjadi mengapa semuanya terlepas? Berarti Yola, istri saya sedang telanjang bulat tanpa dengan ketiga petani tersebut? Saya benar-benar pusing tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Saya benar-benar terbakar oleh cemburu, saya tidak tahu lagi harus bagaimana, karena saya tidak bisa melihat apapun dari sini, mendengar suaranya pun tidak, hanya hujan yang keras yang terdengar olehku. Tetapi samar-samar aku dapat melihat kepala dan bahu mereka dari kejauhan, pada mulanya terlihat seperti istri saya berada di pojok belakang bale-bale tersebut, sedangkan para pria ada di sisi lainnya. Tidak lama kemudian, salah satu pria dari sisi lain tersebut menghampiri istri saya di pojok sana. Terlihat kepalanya bergerak maju. Sepertinya kepala pria itu ada di sebelah istri saya dan diam saja disitu, apakah mgkn pria ini sedang memeluk istri saya sehingga tidak kedinginan, karena pakaiannya sudah basah semua. Saya kemudian merasa tenang, sepertinya mereka hanya berbagi kehangatan tubuh sehingga tidak perlu kedinginan. Karena sejujurnya saya sudah mengigil di sini, tetapi karena nafsu yang melanda di dalam diri saya sepertinya badan bagian dalam saya terasa hangat. Mungkin itu juga yang sedang dirasakan istri saya bersama ketiga pria di sana. Cukup lama pria itu di sebelah istri saya, saya tidak tahu apa saja yang dilakukan oleh peria itu. Tetapi, kemudian nampak kepala istri saya turun ke bawah sehingga saya tidak dapat melihat lagi kepala istri saya, yang terlihat hanya kepala 3 pria itu.
Saya benar-benar tidak mengerti apakah istri saya sedang tiduran? Atau sedang mengigil kedinginan? Beribu pikiran berkecamuk di kepalaku, tidak lama kemudian salah satu dari kedua pria yang duduk di pojok sisi lain, berjalan mendekati pojok tempat istri saya menghilang tadi. Lalu, kepala pria itu juga ikut menunduk menghilang dari balik dinding bale-bale tersebut. Semakin banyak pertanyaan di kepalaku. Beberapa menit kemudian, pria yang terakhir tadi berdiri juga mendekat ke arah sana, tetapi sepertinya dia duduk atau berlutut di sekitar istri saya. Jadi saat ini yang terlihat hanya dua kepala pria yang satu berada di pojok belakang yang satu berada di tengah bale-bale sedangkan istri saya menghilang di antara kedua orang itu. Saya tidak tahu apa yang terjadi raut wajah orang nya pun saya tidak bisa melihatnya.
Tidak ada tanda-tanda hujan akan reda sejauh ini, beberapa menit sudah berlalu dan terasa sangat lama sekali. Tiba-tiba saya saya melihat salah satu pria yang menghilang tadi berdiri, disusul dengan kedua pria lainnya semua berdiri, dan kepala istri sayapun sudah terlihat berarti dia dalam posisi duduk atau berlutut. Tidak begitu jelas apa yang terjadi tetapi kepala istri saya nampak berpindah-pindah dari satu pria ke pria yang lain secara berurutan. Kalau dari posisi saya mengintip seperti sedang ngobrol, tetapi jika dipikir-pikir secara negatif, apakah istri saya sedang melakukan blow job kepada ketiga pria ini? Yang benar saja? "Ah yang benar saja, tidak mungkin dia begitu", dalam pikiran saya tidak bisa mempercayainya. Pria yang berada di posisi paling pojok tadi terlihat melangkah maju, dan dari jauh terlihat kepala istri saya sedang menghadap ke arah dia, jika dilihat dengan seksama memang kepala istri saya seperti sedang mengobrol dengan pria itu. Tidak lama kemudian terlihat pria itu memegangi perutnya atau bawah perutnya, dan tiba-tiba saja dia seperti bersikap menunduk, lalu seperti jatuh sambil duduk di sekitar situ, kepalanya masih terlihat sedang melihat ke arah istri saya yang masih terlihat seperti "ngobrol" dengan kedua pria lainnya.
Beberapa menit kemudian, salah satu pria duduk dan menghilang, seperti sedang tiduran, dan pria satunya seperti sedang memegangi tangan istri saya untuk membantunya berdiri ke arah pria yang menghilang tadi. Setelah itu istri sayapun duduk di sekitar situ tetapi tidak seperti tadi, kali ini duduknya istri saya terlihat lebih tinggi daripada sebelumnya, di sinilah saya baru berpikir, "jangan-jangan istri saya benar-benar sedang melayani nafsu liar ketiga pria ini? Karena demi mencari kehangatan, hanya ini yang dapat istri saya lakukan." Dan benar saja dugaan saya, pria yang satunya berdiri ke arah depan istri saya lagi seperti posisi mengobrol tadi. Hilang sudah semua pikiran mengobrol saya seketika melihat kepala dan pundak istri saya bergerak naik turun, dan samar-samar dapat terlihat payudara 34C milik istri saya bergerak naik turun juga. Saya langsung yakin bahwa pria yang berdiri di depannya sedang menikmati mulut istri saya yang lembut. Cukup lama dalam posisi ini, tiba-tiba pria yang dipojok tadi bangkit berdiri, ke sebelah kiri istri saya dan ia berdiri saja di sana saya tidak begitu jelas melihatnya. Mungkin istri saya sedang melayani senjatanya dengan tangan kirinya, sambil mulutnya terus melayani pria di depannya, dan vaginanya melayani pria di bawahnya.
Beberapa saat kemudian, istri saya sepertinya berhenti naik-turun, setelah diam beberapa saat, kepala istri saya seperti melihat ke arah bawah, dan lalu bangkit berdiri. Pria yang di bawah tadi sudah terlihat kepalanya dan berjalan ke arah air hujan, seperti sedang membersihkan dirinya. Lalu terlihat istri saya berlutut dan kemudian menunduk seperti posisi merangkak, pria yang tadi di depan istri saya berpindah ke arah belakang istri saya, sedangkan pria yang satunya sekarang berada di depan istri saya. Sepertinya istri saya sedang dilayani oleh kedua pria ini dari depan dan belakang. Beberapa menit kemudian, saya melihat hujan sudah mulai reda, dan saya sudah dapat melihat dengan lebih jelas dari remang-remang lampu petromax di sana, bahwa istri saya sedang dipompa dari belakang. Tidak lama setelah hujan reda, pria yang sedang memompa istri saya dari belakang sepertinya mencapai klimaksnya, karena terlihat dia berhenti bergoyang dan menarik pinggul istri saya dengan kedua tangannya untuk menancapkan senjatanya lebih dalam lagi. Setelah terdiam dalam posisi yang sama beberapa saat, pria tersebut terlihat seperti mencabut senjatanya dari belakang istri saya. Tetapi istri saya sepertinya masih melayani pria didepannya, namun sepertinya istri saya menghadap ke atas seperti mengatakan sesuatu kepada pria itu, lalu kepala istri saya menghilang lagi, seperti sedang tiduran, sedangkan si pria sepertinya sedang memposisikan dirinya di depan vagina istri saya.
Dan benar saja, beberapa saat kemudian, kepala pria itu menghilang juga, kemudian beberapa saat lagi muncul lagi, dan menghilang lagi, dan muncul lagi. Saya tidak begitu menyadarinya ternyata, bale-bale itu bergoyang, saya kira tadi pria itu yang bergoyang, ternyata satu rumah bale-bale itupun ikut bergoyang mengikuti irama genjotan pria ini terhadap istri saya. Lama sekali pria ini diposisi tersebut. Saya sudah mulai menggil kedinginan di sini, maka dari itu saya memutuskan untuk bermasturbasi di sini agar terasa hangat lagi. Sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan para pria itu terhadap istri saya di bale-bale itu. Terlihat bale-bale bergoyang semakin kencang, dan tiba-tiba saja pria itu berhenti bergoyang lagi, dan menengadahkan kepalanya ke arah atas melihat langit-langit bale-bale itu. Lalu, pria itu mundur dari istri saya, dan terlihat istri sayapun duduk sambil seperti melambaikan tangannya ke arah kedua pria tadi, seperti memanggil mereka, tiba-tiba terdengar suara tawa mereka dari kejauhan. Dan, tak lama kemudian salah satu pria itu berjalan ke arah istri saya dan menciumnya, dan tak lama kemudian istri saya kembali menghilang seperti sedang tiduran. Beberapa saat sudah berlalu, hujan pun sudah reda, jalanan dipenuhi genangan air. Tiba-tiba pria tersebut terlihat seperti berlutut, dan menghilang berlutut dan menghilang, sama seperti pria sebelumnya, bale-bale nya pun terlihat bergoyang lagi. Dan, tanpa kuduga-duga, goyangan semakin cepat, semakin tidak karuan, tiba-tiba saja terdegar teriakan orgasme istri saya cukup keras, "Ouggghhhhh... .Ahhhh........ Yahhhhhhhhhhhhhhhhhh.........." Sepertinya istri saya mencapai klimaks nya. Dan si pria jg sepertinya mengajak istriku separuh duduk sehingga terlihat sedikit kepalanya, dan pria itu mengocok senjatanya sendiri di hadapkan ke arah muka dan tubuh istri saya. Saya tidak dapat melihat dengan jelas apakah sudah tercecer spermanya ketubuh istri saya. Tetapi, pria itu sudah berjalan menjauh dari kepala istri saya tadi. Setelah itu kepala istri saya pun menghilang sepertinya sedang tiduran kelelahan.
Beberapa pria-pria lain sudah mulai berpakaian kembali, disusul oleh pria yang baru saja klimaks tadi, tetapi belum ada tanda-tanda istri saya berdiri ataupun bergerak dari posisinya tadi. Sepertinya kedua pria berpamitan, dan meninggalkan seorang pria di bale itu bersama istri saya yang masih juga belum bergerak dari posisinya. Tidak lama kemudian saya melihat istri saya duduk sambil bersandar di dinding bale-bale itu. Tetapi sepertinya dia masih belum juga berpakaian, apakah ia terlalu lemas untuk berdiri? Terlihat mereka sedang berbicara, tetapi saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Cukup lama istri saya berbicara sambil telanjang, akhirnya sekitar 5-10 menit kemudian, pria itu mengambilkan pakaian istri saya dan memberikannya kepada istri saya. Tetapi ternyata itu hanyalah pancingan saja, pakaian istri saya dibawa lari keluar oleh nya. Dan seperti memanggil-manggil istri saya untuk keluar dari bale-bale itu. Setelah keluar dari bale, saya baru tahu bahwa orang itu adalah Pak Nizam (jika kalian masih ingat di cerita-cerita sebelumnya). Lalu ke manakah PakDe Sukiman? Pikiran sayapun bercampur aduk. Setelah itu, ia memberikan pakaian itu kepada istri saya. Dan mereka mulai berjalan, sepertinya mereka menuju ke arah rumah Pak Nizam.
Saya dengan sangat lemas, mencoba bangkit berdiri dari tempat duduk saya saat ini, dan mencoba secara diam-diam mengikuti mereka, langit nampak sudah sangat gelap. Saya sendiri sudah kehilangan waktu, tidak tahu sekarang jam berapa. Setelah beberapa menit berjalan, sampailah mereka di rumah Pak Nizam. Rumahnya cukup kecil dan sempit, serta gelap sekali karena sepertinya lampu rumahnya belum di nyalakan. Lalu aku sendiri teringat, bahwa lampu rumahku masi mati, sudah malam, wah sepertinya sudah saatnya saya harus pulang ke rumah. Dengan sangat berat hati, aku meninggalkan Istriku, Yola, masuk ke dalam Rumah Pak Nizam berduaan, seperti sepasang suami istri yang baru mendapatkan rumah baru. Sesampainya di rumahku, gelap sekali keadaannya, dengan susah payah saya berusaha menyalakan lampu seisi rumah. Setelah, itu saya memutuskan untuk berbenah, mandi, dan makan malam. Entah istri saya sudah makan apa belum saat ini, sayapun tidak tahu.
Sekiranya waktu sudah menunjukkan pukul 21:00, saya merasa lelah sekali dan mengantuk, saya memutuskan untuk tiduran sebentar baru saya menuju ke rumah Pak Nizam. Ketika saya bangun, saya kaget setengah mati, karena hari sudah pagi dan cerah, Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Saya buru-buru mandi, sarapan, minum kopi sedikit, dan langsung berangkat ke rumah Pak Nizam. Sesampainya saya di rumah Pak Nizam, saya tidak menemukan adanya tanda-tanda kehidupan dalam rumah itu. Saya mencoba mencari dirumah PakDe Sukiman, tetap tidak menemukan adanya istri saya. Saya coba ke Rumah Pak Dahlan, sepertinya tidak ada orang karena semua pintunya di kunci rapat. Saya benar-benar berdebar-debar karena tidak menemukan istri saya dimanapun. Ingin rasanya saat itu mengamuk dan menangis, kenapa saya melakukan ini semua.
Akhirnya setelah mencari kemana-mana tidak ada hasilnya, maka saya memutuskan untuk pulang ke rumah. Saya melanjutkan aktifitas sehari-hari saya di hari minggu. Tidak banyak yang dapat saya lakukan karena pikiran saya tertuju kepada istri saya terus. Apa yang sedang mereka lakukan terhadap istri saya saat ini? Apakah istri saya sudah makan? Apakah mereka mengizinkan yola beristirahat? Apakah dia baik-baik saja? Beribu pertanyaan muncul di benak saya. Sehari ini rasanya lambat sekali berjalan. Hingga akhirnya, sekitar pukul 19:00 malam, istri saya pulang ke rumah di antar oleh Pak Dahlan. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan pada istri saya, malah terlihat berbeda, lebih cantik karena make up yang tertata rapih, rambut seperti dari salon, baju baru, dan celana baru. Hanya saja wajahnya terlihat merenung dan kelelahan.
Setelah berbincang-bincang sebentar dengan Pak Dahlan, bahwa kami akan mendapatkan rumah kontrakan di kota Jogjakarta. Saya sangat gembira sekali, tetapi istri saya tidak menunjukkan ekspresi kegembiraan sama sekali. Malahan ia mohon izin untuk beristirahat, memang waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 tetapi tidak biasanya ia beristirahat pada jam segini. Tidak lama setelah itu Pak Dahlanpun berpamitan pulang, sayapun penasaran dengan istriku, ketika saya melihat dia sedang tertidur pulas, tidak ada banyak yang dapat saya tanyakan. Jadi ke mana saja dia hari ini? Kemarin malam sama Pak Nizam bagaimana kisahnya? Tidak ada yang tahu hingga saat ini, hanya dia dan Pak Nizam yang tahu bagaimana kejadiannya. Sedikit rasa cemburu, dan amarah muncul dalam diriku. Ditambah lagi aku sangat kesal tidak ada yang dapatku perbuat untuk meringankan beban istriku ini.
Carilah Agen Poker & Domino 99 Online Yang Bisa Dipercaya !!
ReplyDeleteSitus yg terpercaya hanya di SLOTDOMINO
---------------------------------------------
- 8 Jenis di dalam 1 user id
- Proses Deposit & Withdraw Hanya 2 Menit
- Minimal DP & WD Cuma Rp. 20.000,
- Dapatkan BONUS 0.5% Setiap Senin
- 100% ADMIN + 100% FAIR PLAY
- JACKPOT HARIAN HINGGA PULUHAN JUTA RUPIAH
----------------------------------------------
SILAKAN HUBUNGI KAMI DI :
LIVECHAT : www.SLOTDOMINO.com
W.A : +6285974599065
PIN BB : 2BE2DD7E / DBFDDEFE
-----------------------------------------------------
#SLOTDOMINO #AGENDOMINO99 #JUDIDOMINO99 #DOMINO99ONLINE #KOMUNITASDOMINOTERBESARDIASIA